TRIBUNNEWS.COM - Mantan Perdana Menteri (PM) Thailand, Thaksin Shinawatra didakwa menghina kerajaan atas komentar yang dilontarkan hampir 10 tahun yang lalu.
Para pejabat pada Selasa (6/2/2024) mengatakan, polisi Thailand menuduh Shinawatra menghina monarki dalam sebuah wawancara yang berlangsung pada 2015 di Korea Selatan (Korsel).
Dakwaan tersebut diajukan menjelang Thaksin Shinawatra mendapat pembebasan bersyarat.
Meski belum jelas apakah kasus ini akan dilanjutkan, Thaksin Shinawatra merupakan tokoh politik terbaru di Thailand yang menghadapi tuntutan berdasarkan Undang-undang Lese Majeste, sebuah undang-undang ketat di negara tersebut.
Pengaduan tersebut diajukan oleh pemerintah militer setelah menggulingkan pemerintahan yang dipimpin saudara perempuan Thaksin, Yingluck Shinawatra pada Mei 2014.
Thaksin telah berulang kali berjanji setia kepada monarki.
Juru bicara kantor Kejaksaan Agung, Prayuth Pecharakun mengatakan, lamanya penundaan dalam menindaklanjuti pengaduan tersebut disebabkan oleh ketidakhadiran Thaksin sebelumnya di negara tersebut.
Miliarder kontroversial ini pernah dua kali menjadi perdana menteri.
Namun ia digulingkan dalam kudeta tahun 2006 dan baru kembali dari pengasingan pada Agustus 2023.
Dia segera dijebloskan ke penjara atas tuduhan korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan.
Pria berusia 74 tahun itu segera dipindahkan ke rumah sakit polisi, hanya satu satu setelah dikurung dalam penjara dan telah menjalani setidaknya dua operasi.
Baca juga: Demi Lolos dari Hukuman Penjara, Mantan PM Thailand Thaksin Shinawatra Mohon Pengampunan Kerajaan
"Jaksa akan menunggu polisi menyelesaikan penyelidikan mereka sebelum memutuskan apakah akan melanjutkan kasus ini," kata Prayuth.
Thaksin membantah tuduhan tersebut dan telah menulis surat kepada jaksa agung untuk meminta perlakuan yang adil, tambahnya.
Pelanggaran serius
Menghina mahkota atau monarki merupakan pelanggaran serius di Thailand, di mana konstitusi menyatakan Raja harus ditempatkan pada posisi “pemujaan yang dihormati”.
Undang-undang Lese Majeste adalah salah satu undang-undang yang paling ketat di dunia, dengan ancaman hukuman penjara 15 tahun bagi setiap orang yang dianggap melakukan penghinaan terhadap monarki.
Para pengkritik mengatakan undang-undang tersebut dijadikan senjata untuk membungkam perbedaan pendapat.
3 kasus hukum yang menjerat Thaksin Shinawatra
Pada Selasa (22/8/2023), Thaksin Shinawatra dijatuhi hukuman total 8 tahun penjara untuk tiga kasus terpisah, sebagai berikut:
- Kasus Pinjaman Bank
Thaksin Shinawatra menginstruksikan Bank EXIM untuk memberikan pinjaman 4 miliar baht kepada pemerintah Myanmar untuk membeli barang dan jasa dari Shin Satellite Company Limited, perusahaan milik keluarga Thaksin, dengan tingkat bunga lebih rendah dari biayanya.
Penyalahgunaan wewenang ini dianggap menguntungkan dirinya sendiri atau orang lain.
Komisi Nasional Anti-Korupsi Thailand (NACC) mengajukan tuntutan terhadap Thaksin pada tahun 2008 atas tindakan yang menyebabkan kerusakan pada negara dan dia dijatuhi hukuman 3 tahun penjara.
- Kasus Lotre Pemerintah
Kasus ini adalah tentang pemerintah Thaksin Shinawatra yang memperkenalkan sistem untuk menjual tiket lotre dua dan tiga digit untuk memecahkan masalah lotere yang terlalu mahal dan jaringan lotre bawah tanah.
Proyek lotere ini penuh dengan korupsi.
Pada tahun 2009, NACC menuduh Thaksin dan 47 orang lainnya dalam kasus ini, yang mengakibatkan hukuman penjara 2 tahun.
- Kasus Penggunaan Kekuasaan yang Menguntungkan
Thaksin Shinawatra dituduh oleh jaksa tertinggi mengambil untung dari saham di SHIN Corporation (SHIN) dan dia divonis 5 tahun penjara.
Ketika menggabungkan hukuman dari dua kasus pertama, Thaksin akan menjalani total 8 tahun penjara.
Sementara itu, Thaksin Shinawatra dibebaskan dari dua kasus yang diajukan terhadapnya pada tahun 2019.
Masih ada dua kasus terhadap Thaksin Shinawatra yang diselidiki Komisi Nasional Pemberantasan Korupsi, seperti diberitakan National Thailand.
Tak lama setelah di bui, Raja Thailand Maha Vajiralongkorn mengurangi masa hukuman penjara mantan Perdana Menteri Thaksin Shinawatra dari delapan tahun menjadi satu tahun pada Jumat (1/9/2023).
Sebelumnya, Thaksin meminta pengampunan kerajaan pada Kamis (31/8/2023).
Permintaan tersebut diserahkan kepada Menteri Kehakiman Thailand, sebelum Perdana Menteri Srettha Thavisin mempertimbangkannya dan kemudian Raja meratifikasinya.
"Thaksin adalah seorang perdana menteri, telah berbuat baik bagi negara dan rakyatnya dan setia kepada monarki," demikian pernyataan tertulis pihak kerajaan pada hari Jumat (1/9/2023), saat mengumumkan pengampunan tersebut.
"Dia menghormati proses pengadilan, mengakui kesalahannya, meminta maaf, menerima putusan pengadilan. Saat ini dia sudah tua, menderita penyakit yang memerlukan perawatan profesional medis,” bunyi pernyataan tersebut.
(Tribunnews.com, Andari Wulan Nugrahani)