TRIBUNNEWS.COM - Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengaku tak pernah lagi bicara dengan Presiden Amerika Serikat Joe Biden sejak 8 Februari.
Netanyahu nampaknya kecewa karena ucapan Biden yang menyebut militer Israel berlebihan dalam merespons Hamas.
"Saya menghargai dukungan Presiden Biden untuk Israel sejak awal perang, Tapi, saya tidak tahu persis apa yang dia (Biden) maksud dengan hal itu," kata Netanyahu saat diwawancara FOX News.
Ucapan Biden tak lepas dari situasi di Gaza saat ini.
Jumlah korban sipil yang diumumkan Kementerian Kesehatan di Gaza tembus hingga 28 ribu orang.
Sementara jumlah luka lebih dari 61 ribu orang.
Jutaan warga Gaza juga kehilangan tempat tinggal. Mereka meninggalkan rumah dan mencari tempat aman.
Kondisi di pengungsian juga sangat memprihatinkan. Mereka kekurangan makanan dan obat-obatan.
Biden juga geregetan dengan Netanyahu yang berencana memerintahkan Pasukan Pertahanan Israel (IDF) melakukan penetrasi di Rafah, yang berbatasan dengan Mesir, untuk menekan pasukan Hamas yang tersisa.
Jika itu dilakukan, banyak pihak memprediksi situasi akan semakin buruk buat warga sipil.
Saat ini Rafah menjadi tempat pengungsian bagi 1,3 juta orang atau hampir separuh dari penduduk Gaza.
Serangan yang akan dilancarkan IDF ke Rafah bisa berdampak mengerikan bagi warga sipil.
Namun, Netanyahu memastikan keselamatan warga sipil dengan melakukan relokasi ke tempat aman, meski diakuinya tak akan mudah karena Hamas akan berusaha mempertahankan posisi warga sipil untuk melindungi mereka .
Tapi, yang jadi masalah selanjutnya adalah mengenai hubungan Israel dan Mesir. Itu pula yang menjadi beban pikiran Biden.