TRIBUNNEWS.COM - Hamas mengutuk serangan udara Israel terbaru terhadap Rafah di Gaza selatan, Senin (12/2/2024).
Hamas mengatakan, serangan tersebut mewakili "perluasan ruang lingkup pembantaian yang dilakukan terhadap rakyat kami”.
“Serangan tentara pendudukan Nazi terhadap kota Rafah malam ini yang sejauh ini telah merenggut nyawa lebih dari seratus martir, dianggap sebagai kelanjutan dari perang genosida dan upaya pemindahan paksa yang dilakukan terhadap rakyat Palestina,” ujar Hamas dalam siaran pers, Senin, dilansir Al Jazeera.
Berdasarkan laporan Al Jazeera Arab, setidaknya 63 orang tewas dalam serangan di dua masjid di Rafah.
Pada Minggu (11/2/2024), Hamas memperingatkan Israel bahwa serangan darat ke kota Rafah di ujung selatan Gaza, yang dipenuhi pengungsi Palestina, akan membahayakan pembebasan sandera yang ditahan oleh militan di wilayah yang terkepung.
“Setiap serangan yang dilakukan tentara pendudukan di kota Rafah akan menggagalkan perundingan pertukaran,” ucap seorang pemimpin Hamas yang tidak mau disebutkan namanya kepada AFP, Minggu.
Kini, pemerintah negara-negara asing, termasuk sekutu utama Israel yakni Amerika Serikat (AS), dan kelompok-kelompok bantuan kemanusiaan telah menyuarakan keprihatinan mendalam atas janji Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu untuk memperluas operasi.
Israel Klaim Selamatkan Sandera
Militer Israel mengklaim telah menyelamatkan dua sandera laki-laki dari Rafah.
Pasukan Pertahanan Israel (IDF) mengatakan, tawanan Fernando Simon Marman (60), dan Louis Har (70), berada dalam kondisi medis yang baik.
Hal ini terjadi setelah Masyarakat Bulan Sabit Merah Palestina mengatakan Rafah sedang diserang.
Baca juga: Mesir Ancam Israel, Setiap Invasi Darat Israel ke Rafah akan Menangguhkan Perjanjian Perdamaian 1979
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menyambut pulang dua sandera Israel yang diklaim diselamatkan dari Rafah dalam serangan pasukan Israel.
"Fernando dan Louis, selamat datang di rumah," ungkap Netanyahu, seperti diberitakan BBC.
Komentar Netanyahu ini menyusul peringatan dari masyarakat internasional terhadap perluasan serangan Israel lebih jauh ke Rafah, tempat sekitar 1,5 juta orang berlindung dari pertempuran tersebut.
Sementara itu, saksi mata dan penduduk setempat mengatakan bahwa tentara Israel memulai serangan yang belum pernah terjadi sebelumnya di kota Rafah di ujung selatan Jalur Gaza.