TRIBUNNEWS.COM - Israel melancarkan serangan udara di kota Rafah di Gaza selatan, menewaskan puluhan orang, menurut para pejabat kesehatan, dilansir Aljazeera.
Ada laporan yang berbeda mengenai jumlah korban tewas setelah serangan dini hari pada hari Senin (12/2/2024).
Kantor berita AFP melaporkan bahwa serangan tersebut menewaskan 52 orang.
Reuters melaporkan bahwa sedikitnya 67 orang tewas.
Kedua media tersebut mengutip pejabat kesehatan di Gaza.
Serangan Israel menghantam 14 rumah dan tiga masjid di Rafah, menurut pejabat Palestina.
Rekan Al Jazeera Arab melaporkan setidaknya 63 orang tewas dalam serangan terhadap masjid.
Sementara pernyataan pers dari Hamas menegaskan bahwa lebih dari 100 orang tewas di kota itu.
“Israel secara resmi terus menargetkan warga sipil dan mengalihkan perang ke Rafah untuk mendorong penduduk mengungsi akibat pemboman,” kata Kementerian Luar Negeri Palestina dalam sebuah pernyataan yang dirilis di X.
“Pembantaian pendudukan baru-baru ini adalah bukti validitas peringatan internasional dan ketakutan akan dampak buruk dari perluasan perang ke Rafah,” tambah kementerian tersebut.
2 tawanan dibebaskan
Militer Israel atau IDF mengatakan pihaknya telah sukses menyerang sejumlah sasaran di distrik Shaboura di Rafah.
Baca juga: Hamas Kutuk Pembantaian Israel di Rafah, Sebut sebagai Genosida dan Upaya Pemindahan Paksa
IDF juga mengumumkan bahwa mereka juga telah menyelamatkan dua tawanan yang dibawa oleh Hamas pada tanggal 7 Oktober lalu.
Para pejabat militer mengatakan para tawanan itu, yang bernama Fernando Simon Marman dan Louis Har, berada dalam kondisi baik.
Sementara itu, Hamas memperingatkan bahwa serangan darat Israel di Rafah akan merusak perundingan untuk membebaskan sisa tawanan kelompok tersebut di Gaza.
Namun, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu pada hari Senin berjanji untuk terus melanjutkan serangan.
“Hanya tekanan militer yang berkelanjutan, hingga kemenangan penuh, yang akan menghasilkan pembebasan semua sandera kami,” katanya dalam sebuah pernyataan.
Serangan terbaru di Rafah ini terjadi ketika Israel sedang bersiap melancarkan serangan besar-besaran, yang dikhawatirkan oleh lembaga bantuan akan mengakibatkan banyak korban sipil di wilayah terakhir yang relatif aman di Gaza.
Sekitar 1,4 juta warga Palestina, atau lebih dari separuh penduduk Gaza, memadati Rafah untuk menghindari pemboman Israel.
Hamas mengutuk Israel atas serangan tersebut.
Hamas menyebut serangan tersebut adalah perluasan ruang lingkup pembantaian yang dilakukan terhadap rakyat Palestina.
“Serangan tentara pendudukan Nazi terhadap kota Rafah malam ini... yang telah merenggut nyawa lebih dari seratus orang sejauh ini, dianggap sebagai kelanjutan dari perang genosida dan upaya pemindahan paksa yang dilakukan terhadap rakyat Palestina,” kata kelompok tersebut dalam siaran pers.
Sebelumnya, Presiden Amerika Serikat Joe Biden pada hari Minggu (11/2/2024) memperingatkan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu untuk tidak melancarkan serangan terhadap Rafah tanpa rencana yang kredibel dan dapat dilaksanakan untuk menjamin keselamatan warga sipil.
Netanyahu menjanjikan perjalanan yang aman bagi warga Palestina di Rafah.
Tetapi nyatanya, ketidakjelasan mengenai rencana evakuasi memicu kekhawatiran bahwa warga Palestina mungkin akan terdorong ke Semenanjung Sinai di Mesir, yang memicu ketegangan dengan Kairo.
Netanyahu pada hari Minggu mengatakan kepada Fox News bahwa ada banyak ruang di utara Rafah.
"Di situlah kami akan mengarahkan mereka," katanya, tanpa menentukan dengan jelas bagian Gaza mana yang aman untuk evakuasi.
(Tribunnews.comm, Tiara Shelavie)