TRIBUNNEWS.COM - Menteri Luar Negeri Israel, Israel Katz, mengatakan Presiden Brasil, Luiz Inacio Lula da Silva, tidak akan diterima di Israel sampai dia meminta maaf.
Pernyataan Israel ini buntut komentar Presiden Brasil yang membandingkan perang Israel di Gaza dengan Holocaust.
Israel Katz pun menuduh Luiz Inacio Lula da Silva melakukan “serangan antisemit yang sangat serius.”
“Hal-hal yang dikatakan Lula ketika dia membandingkan perang yang benar antara Negara Israel melawan Hamas, yang membunuh dan membantai orang-orang Yahudi, dan Hitler, dan Nazi adalah hal yang memalukan dan tidak dapat diterima,” ungkap Katz, Senin (19/2/2024), dilansir AP News.
Menyusul reaksi Israel, Brasil memanggil duta besar negaranya untuk Israel, Frederico Meyer, untuk berkonsultasi, Senin.
Menteri Luar Negeri Brasil, Mauro Vieira, juga memanggil duta besar Israel Daniel Zonshine.
Respons Netanyahu
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengatakan, komentar Presiden Brasil meremehkan Holocaust dan 'melewati garis merah'.
Menurut Netanyahu, pernyataan Lula merupakan penghinaan terhadap Holocaust serta upaya untuk merugikan orang-orang Yahudi dan hak Israel untuk membela diri.
“Perbandingan antara Israel dan Holocaust Nazi dan Hitler sudah melewati garis merah,” ungkapnya dalam sebuah pernyataan, seperti diberitakan BBC.
Pada Minggu (18/2/2024), Presiden Brasil Luiz Inacio Lula da Silva mengatakan, apa yang terjadi di Jalur Gaza dan rakyat Palestina belum pernah terjadi sebelumnya dalam sejarah.
Baca juga: Makin Keras Pemukim Israel Menekan Warga Palestina, Makin Meningkat Operasi Perlawanan di Tepi Barat
"Sebenarnya, hal itu terjadi ketika Hitler memutuskan untuk membunuh orang-orang Yahudi," kata Lula.
Presiden Brasil melontarkan komentar tersebut saat berbicara kepada wartawan di KTT Uni Afrika di Ethiopia.
Komentar-komentar seperti itu sangat mengejutkan Israel.
Israel mengatakan, perangnya di Gaza yang dilancarkan sebagai respons terhadap serangan Hamas pada 7 Oktober 2023, bersifat defensif dan menolak membandingkan serangan mereka dengan Holocaust.