TRIBUNNEWS.COM - Mantan Perdana Menteri Israel, Ehud Barak mengatakan saat ini Benjamin Netanyahu rela mempertaruhkan nyawa para sandera demi terlihat dirinya kuat.
“Lebih penting bagi Netanyahu untuk terlihat kuat daripada mendapatkan kesepakatan,” kata Ehud Barak kepada Radio Angkatan Darat Israel dalam sebuah wawancara.
Saat ini, warga Israel yang masih disandera sekitar lebih dari 130 orang sejak 7 Oktober 2023.
Kelompok Palestina menuntut diakhirinya serangan mematikan Israel di Jalur Gaza demi kesepakatan pertukaran sandera dengan Israel.
Namun Netanyahu menolak kesepakatan itu, dan ingin tetap melanjutkan serangan di Jalur Gaza dan Rafah.
Oleh karena itu, Barak meminta para warga mengepung Knesset untuk menggulingkan Netanyahu.
Ia mendesak warga untuk mengumpulkan puluhan ribu demi melakukan pengepungan Knesset.
Para warga diminta mendirikan tenda mengelilingi Knesset selama 3 minggu.
“Kami membutuhkan 30.000 warga yang mengelilingi Knesset dalam tenda selama tiga minggu, siang dan malam," katanya, dikutip dari Anadolu Ajansi.
Hal tersebut bertujuan agar Netanyahu menyadari kesalahannya dan kepercayaan para warga kepadanya telah habis.
"Ketika negara ini ditutup, Netanyahu akan menyadari bahwa waktunya telah habis dan tidak ada kepercayaan padanya,” katanya.
Aksi Protes Keluarga Sandera
Baca juga: Upaya Israel Banjiri Terowongan Hamas Tidak Sukses, Eks-CIA: Gaza Diubah Jadi Benteng Perang
Beberapa warga melakukan aksi protes di Tel Aviv pada Sabtu (24/2/2024).
Warga menuntut Netanyahu untuk segera melakukan kesepakatan pertukaran sandera dengan Hamas.
Tidak hanya itu, Warga juga menuntut agar Netanyahu segera dipecat dari pemerintahan.
Namun polisi Israel menangkap 18 orang yang melakukan aksi protes tersebut.
Aksi protes tersebut sebelumnya telah direncanakan oleh keluarga sandera pekan lalu.
Mereka berencana akan meningkatkan protes terhadap pemerintahan Netanyahu untuk meningkatkan tekanan agar mereka dibebaskan.
Sebelumnya, kesepakatan antara Israel dan Hamas terkait gencatan senjata pernah terjadi pada bulan November.
Dalam kesepakatan tersebut, 81 warga Israel dan 24 warga asing dibebaskan dengan imbalan 240 warga Palestina, termasuk 71 wanita dan 169 anak-anak.
Sebagai informasi, Israel telah menggempur Jalur Gaza pada Oktober 2023.
Pemboman Israel yang terjadi kemudian telah menewaskan lebih dari 29.960 warga Palestina.
Serangan ini juga telah menyebabkan 85 persen penduduk di Gaza mengungsi di tengah kekurangan makanan, air bersih, dan obat-obatan.
Sementara 60 persen infrastruktur di Gaza telah rusak dan hancur.
(Tribunnews.com/Farrah Putri)
Artikel Lain Terkait Benjamin Netanyahu, Konflik Palestina vs Israel