News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Konflik Palestina Vs Israel

Sebut NATO akan Kirim Tentara ke Ukraina untuk Lawan Rusia, Pakar: Eropa Kini Hancur Berantakan

Penulis: Febri Prasetyo
Editor: Pravitri Retno W
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ilustrasi pasukan Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO).

TRIBUNNEWS.COM - Pakar politik dan keamanan bernama Mark Sleboda memprediksi Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) nantinya akan mengirim pasukan ke Ukraina guna melawan Rusia.

Sebelumnya, Presiden Prancis Emmanuel Macron menyinggung kemungkinan pengiriman tentara NATO ke bekas negara Uni Soviet itu.

Pernyataan Macron itu kemudian ditanggapi oleh juru bicara pemerintah Rusia, Dmitry Peskov.

"Dalam kasus ini, kita seharusnya tidak berbicara tentang kemungkinan, tetapi keniscayaan," ujar Peskov, dikutip dari Sputnik News.

Peskov memperingatkan bahwa jika NATO benar-benar mengirimkan pasukan, hal itu akan "bertentangan dengan kepentingan negara-negara itu dan rakyat masing-masing".

Adapun dulu negara-negara Barat sempat menolak kemungkinan pengiriman tank ke Ukraina. Namun, negara-negara itu pada akhirnya mengirimkannya juga.

Saat ini situasi di Ukraina disebut sedang berpihak kepada Rusia.

"Sudah jelas bahwa tren dalam perang ini menguntungkan Rusia," ujar Sleboda yang menyebut bahwa konflik Ukraina-Rusia telah berubah menjadi perang atrisi.

"Rezim ini (Ukraina) dilanda masalah kekurangan personel yang parah," katanya.

Sleboda juga menyampaikan bahwa negara-negara NATO kesusahan memasok senjata yang bisa mencukupi kebutuhan Ukraina.

Di samping itu, dia menyindir Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky yang mengklaim pihaknya hanya kehilangan 31.000 tentara dalam perang selama 2 tahun.

Baca juga: Rusia Sebut Klaim Tentara Ukraina Tewas 31.000 Kebohongan, Shoigu: Mereka Kehilangan 440.000 Serdadu

"Itu kira-kira jumlah tentara mereka yang hilang per byuan, setidaknya dalam delapan bulan terakhir," ucap Sleboda.

Kendati demikian, pakar keamanan itu menyebut rezim militer Kiev belum hancur.

"Mereka bekerja keras di garis depan."

Halaman
12
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini