News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Konflik Palestina Vs Israel

Houthi yang Perang Lawan AS-Inggris, China Lah yang Jadi Pemenang di Laut Merah

Penulis: Hasiolan Eko P Gultom
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Kapal selam dan kapal perang Angkatan Laut Tiongkok mengambil bagian dalam peninjauan armada internasional untuk merayakan ulang tahun ke-60 berdirinya Angkatan Laut Tentara Pembebasan Rakyat China di Qingdao, provinsi Shandong, pada tanggal 23 April 2009. China dianggap menjadi negara yang diungtungkan dalam eskalasi konflik di Laut Merah yang melibatkan Ansarallah Houthi Yaman dan Amerika Serikat beserta sekutunya.

"Perang Gaza dan penyebarannya ke Laut Merah telah memberi Beijing keuntungan lunak dan memperkuat pentingnya multipolaritas bagi negara-negara Arab," kata Cafiero merujuk pada pendapat yang dikemukakan oleh Victor Gao, wakil presiden Pusat Tiongkok dan Globalisasi.

Di Forum Doha 2023, Gao menjelaskan, "Fakta bahwa hanya ada satu negara yang [pada 8 Desember 2023] memveto Resolusi Dewan Keamanan PBB yang menyerukan gencatan senjata dalam Perang Israel-Palestina seharusnya meyakinkan kita semua bahwa kita seharusnya sangat beruntung hidup tidak di dunia yang unipolar."

Cafiero menjelaskan, ujaran Gao itu jelas menunjukkan kalau China memang menyalahkan AS dalam kebijakannya menangani Perang Gaza hingga meluas ke kawasan Timur Tengah.

"Tentu saja, Tiongkok telah merasakan sejumlah dampak ekonomi akibat krisis Laut Merah, walaupun besarnya dampaknya sulit untuk dihitung. Namun keuntungan politik yang diperoleh Beijing tampaknya mengalahkan kerugian finansial apa pun yang terkait dengannya," kata Cafiero.

Cafiero lalu mengutip penjelasan Yun Sun yang mengatakan, “Krisis ini memang berdampak pada Tiongkok, namun kerugiannya sebagian besar bersifat ekonomi dan kecil, sedangkan keuntungannya terutama bersifat politis karena Tiongkok mendukung negara-negara Arab di Gaza.”

Dalam beberapa hal, Tiongkok sebenarnya juga telah memperoleh keuntungan ekonomi dari krisis Laut Merah.

"Ketika Ansarallah menyatakan bahwa mereka hanya menargetkan kapal-kapal yang terkait dengan Israel, terdapat pandangan luas bahwa kapal-kapal Tiongkok yang beroperasi di wilayah tersebut kebal dari serangan Yaman," kata dia.

Setelah banyak jalur pelayaran peti kemas internasional memutuskan untuk mengubah rute di sekitar Afrika Selatan untuk menghindari rudal dan drone Ansarallah, dua kapal yang beroperasi di bawah bendera Tiongkok – Zhong Gu Ji Lin dan Zhong Gu Shan Dong – terus transit di Laut Merah.

Laporan Bloomberg awal bulan ini menunjukkan, kalau krisis Laut Merah memang menguntungkan China secara ekonomi.

"Kapal-kapal dagang milik Tiongkok mendapatkan 'diskon besar' untuk asuransi mereka ketika berlayar melalui Laut Merah, sebuah tanda lain bagaimana serangan Houthi di wilayah tersebut menghukum kepentingan komersial kapal-kapal yang memiliki hubungan dengan Barat," tulis laporan itu.

Para pejabat AS sejak itu meminta Beijing untuk ikut menekan Iran agar memerintahkan pemerintah de facto Yaman di Sanaa untuk menghentikan serangan maritim.

"Namun permohonan tersebut telah gagal, terutama karena Washington salah berasumsi bahwa Beijing mempunyai pengaruh atas Teheran dan bahwa Iran dapat mengajukan tuntutan kepada Ansarallah," kata Cafiero menjelaskan kalau hubungan baik Beijing-Teheran bukan bersifat intervensi.

Baca juga: Tumpuk Peralatan Tempur di Australia, AS Bersiap Hadapi Potensi Perang Taiwan vs China

USS Dewey (bawah) berlayar dalam formasi bersama kapal patroli lepas pantai Angkatan Laut Filipina BRP Gregorio del Pilar (PS 15) di Laut Cina Selatan, 21 Oktober 2023. Foto: US Navy (dok. US Navy)

AS Kebanyakan Urusan, China Bebas Melenggang

Terlepas dari itu, dia menyebut, fakta kalau AS akan meminta bantuan Tiongkok di tengah meningkatnya ketegangan di Laut Merah merupakan peningkatan status Beijing sebagai kekuatan utama di tengah krisis keamanan global.

Di sisi lain, AS terlalu banyak urusan, mulai dari eskalasi Laut China Selatan, Taiwan, hingga perang Ukraina.

Soal itu, Tiongkok juga mendapat banyak keuntungan dari fokus Gedung Putih yang tidak proporsional terhadap Gaza dan Laut Merah.

Sejak Oktober–November 2023, fokus  Amerika Serikat untuk kawasan Laut Cina Selatan dan Taiwan jauh menurun.

"Pada gilirannya, hal ini membebaskan Beijing untuk bertindak lebih percaya diri di Asia Barat sementara perhatian Amerika tetap terpecah," ungkap Cafiero.

Dia kemudian mengutip penjelasan Javad Heiran-Nia yang menganalisis kalau perkembangan situasi di Laut Merah akan menjaga fokus Amerika di kawasan tersebut.

"Hal ini membuat Amerika terbatas untuk memperluas kehadirannya di kawasan Indo-Pasifik, [di mana] prioritas utama Amerika adalah membendung Tiongkok.

"Perang di Ukraina mempunyai keuntungan yang sama bagi Tiongkok. Meskipun konektivitas kawasan Euro-Atlantik dengan kawasan Indo-Pasifik berkembang untuk membendung Tiongkok dan meningkatkan kerja sama NATO dengan Indo-Pasifik, ketegangan di [Asia Barat] dan Ukraina akan menjadi keuntungan bagi Tiongkok," ujar Cafiero.

Baca juga: China Kerahkan 15 Jet, 11 Kapal Perang, dan Satu Balon Pemantau Kepung Taiwan

Dalam kesimpulannya, Cafiero menekankan kalau China lah yang menjadi pihak yang 'menang banyak' dari eskalasi di banyak wilayah yang melibatkan AS, khususnya di Laut Merah.

"Pada akhirnya, krisis Laut Merah dan kegagalan Washington untuk menghalangi (aksi blokade) Ansarallah menandakan pukulan lain terhadap hegemoni AS. Dari sudut pandang Tiongkok, meningkatnya konflik Laut Merah semakin mengisolasi AS dan menyoroti keterbatasan AS sebagai penjamin keamanan – khususnya mengingat dukungan tanpa syarat AS terhadap serangan militer brutal Israel di Gaza."

"Masuk akal untuk menyebut Tiongkok sebagai pemenang dalam krisis Laut Merah," katanya.

(oln/tc/*)

 
 

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini