Laporan Wartawan Tribunnews.com Namira Yunia Lestanti
TRIBUNNEWS.COM, GAZA – Kondisi Gaza yang semakin memprihatinkan akibat boikot akses bantuan kemanusian yang dilakukan militer Israel, memaksa para pengungsi harus putar otak mencari bahan pangan pengganti demi bisa bertahan hidup.
Seperti Marwan al-Awadeya dan keluarganya asal Gaza Utara yang terpaksa memakan kaktus jenis pir berduri untuk mengusir rasa lapar, di tengah ancaman krisis pangan.
Tanaman yang tumbuh subur di wilayah Mediterania ini biasa dikonsumsi oleh hewan – hewan liar, namun demi bisa bertahan hidup selama invasi Marwan dan keluarganya harus memakan Kaktus mentah.
Tak hanya batang kaktus saja yang dikonsumsi, Marwan dan beberapa warga lainnya juga turut menghaluskan bagian daun kaktus yang berduri agar bisa di konsumsi anak dan sanak keluarganya.
Baca juga: Manfaatkan Kelaparan di Gaza, Israel Gunakan Taktik Adu Domba, Bagikan Bantuan Kotak Ramadan
Cara ini dilakukan usai warga Gaza Utara tak mampu membeli tepung yang kini menjadi benda paling langka di Gaza.
Saking langkanya tepung kini dibanderol dengan harga yang tak masuk akal, dimana harga satu kantong tepung dijual jadi 200 dolar AS atau sekitar Rp 3,12 juta, dikutip dari Reuters.
“Kami mengkonsumsi kaktus mentah, saya bahkan kehilangan berat badan sekitar 30 kilogram di bulan ini karena tidak ada makanan. Dan kaktus adalah makanan terakhir kami. Setelah semuanya hilang tidak ada yang tersisa,” kata Marwan yang duduk di kursi roda, sambil mengiris potongan kaktus untuk dua anaknya.
Ubah Pangan Burung Jadi Roti
Kondisi yang memprihatinkan juga terjadi di Gaza Selatan, untuk mencegah meluasnya krisis pangan yang terjadi disana para warga mulai putar otak mengubah pakan biji burung sebagai tepung untuk membuat roti.
Setelah pakan burung ditumbuk halus, orang-orang biasanya akan langsung memanggang roti di atas api yang terbuat dari kayu yang diambil dari reruntuhan bangunan.
Bahkan untuk menghambat pasokan pangan di tengah krisis, setiap keluarga akan membatasi jumlah konsumsi pangan harian, yakni satu orang hanya boleh makan paling banyak sekali sehari.
Sementara itu di bagian wilayah lainnya, para pengungsi harus mengkonsumsi rumput liar mallow atau tanaman liar yang hidup tumbuh subur di tanah Gaza.
Salah seorang pengungsi Gaza, Um Youssef Awadiyeh menuturkan bahwa keluarganya harus mengkonsumsi Mallow dengan cara direbus dengan air tanpa nasi. Kondisi tersebut digambarkan Badan pemantau hak asasi manusia euro-med menggambar situasi itu sebagai "perang kelaparan".
Anak di Gaza Alami Stunting dan Gizi Buruk
Organisasi pangan dan pertanian PBB (FAO) mengungkapkan, saat ini sebanyak 2,3 juta rumah tangga di jalur gaza menderita kerawanan pangan akibat aksi blokade yang dilakukan militer israel.
Tak hanya itu pasca Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengumumkan blokade pasokan listrik, bahan bakar, dan bahan pangan, kini ratusan anak dan balita terancam mengalami stunting dan gizi buruk akibat tidak mendapatkan asupan nutrisi yang cukup.
“Sebelum 7 Oktober, sebanyak 33 persen penduduk menghadapi kerawanan pangan. Kini dapat kami pastikan bahwa 100 persen penduduk sudah menghadapinya,” kata direktur jenderal fao qu dongyu sebagaimana dikutip dari Anadolu.
Meski sejumlah negara telah menghujani kota Gaza dengan beberapa paket bantuan, namun apabila blokade terus dilakukan Israel maka hal tersebut akan membuat setengah juta warga Palestina akan menjadi mangsa kematian karena dilanda kelaparan dan kehausan akut setelah mereka hampir tidak menerima bantuan sama sekali selama berminggu-minggu.