TRIBUNNEWS.COM - Pernyataan Presiden Prancis, Emmanuel Macron, tentang kemungkinan NATO mengirim pasukan ke Ukraina, menuai kemarahan dari Amerika Serikat (AS).
Macron meminta sekutu Ukraina di Eropa untuk lebih berani dalam menghadapi ancaman Rusia yang tidak dapat dihentikan.
Ia menekankan, mereka tidak boleh menjadi seorang pengecut dengan mengesampingkan segala kemungkinan terburuk.
"Kita tentu saja sedang mendekati momen di Eropa di mana kita tidak boleh menjadi seorang pengecut," kata Macron di hadapan ekspatriat Prancis di Praha, Ceko, Selasa (5/3/2024).
"Prancis dan Republik Ceko sangat menyadari perang kembali terjadi di tanah kami (Eropa)," kata Macron kepada Presiden Ceko, Petr Pavel.
Macron memperingatkan Eropa harus lebih berani dalam mendukung Ukraina untuk mengalahkan Rusia.
Ia tidak menarik perkataannya tentang pengerahan pasukan secara langsung ke Ukraina, yang mungkin akan diperlukan.
"Saya yakin kejelasan kata-kata ini adalah apa yang dibutuhkan Eropa," katanya, dikutip dari Reuters.
Pernyataan tersebut mendapat kecaman dari pemerintah di seluruh Eropa yang menghadiri acara tersebut.
Mereka menyangkal pernyataan Macron dan mengatakan tidak pernah ada niat mengirim pasukan ke Ukraina dan melawan Rusia.
Dalam wawancara terpisah, Macron juga menjelaskan maksud perkataannya.
Baca juga: Barat: Rusia Intensifkan Serangan Udara Untuk Caplok Wilayah Ukraina di Donetsk
Ia mengklaim pemerintah Prancis belum mempertimbangkan untuk mengirim pasukan ke Ukraina.
Sebelumnya, Macron pernah membahas gagasan untuk mengirim pasukan dari negara Barat, yang termasuk anggota NATO, ke Ukraina dalam konferensi pers tentang Ukraina di Paris, Prancis, Selasa (26/2/2023).
Kemarin, ia kembali mengulangi pernyataannya dan mengatakan lompatan strategis diperlukan untuk memenangkan perang di Ukraina.