Laporan Koresponden Tribunnews.com, Richard Susilo dari Jepang
TRIBUNNEWS.COM, TOKYO - Hari ini Senin (11/3/2024) tepat 13 tahun lalu gempa bumi besar menerjang Jepang Timur.
Saat itu gempa dengan kekuatan magnitudo 9 menewaskan 15.900 orang.
Hingga saat ini masyarakat menyatakan masih sulit melangkah maju, apalagi penduduk setempat mengalami penurunan populasi.
Baru-baru ini NHK melakukan survei di tiga prefektur di Jepang Timur.
Baca juga: Besok Peringatan ke-28 Gempa Besar Hanshin, Apa Beda Dengan Gempa Besar Jepang Timur?
Hasilnya memperlihatkan masalah masih bermunculan karena penuaan dan penurunan populasi.
Banyak yang tidak mau kembali ke Jepang Timur akibat bencana besar tersebut dan tercemar radioaktif akibat ledakan pembangkit listrik tenaga nuklir Fukushima.
Hasil survei, yang mengatakan bertambah populasinya hanya 2,2 persen. Sedikit bertambah 8,7 persen. Total 10,9 persen mengatakan bertambah.
Sedangkan yang mengatakan menurun populasinya 15% dan sedikit menurun 17,6%. Total mengatakan populasi menurun 33,6%.
Sisanya menyatakan tidak tahu.
Dari survei NHK tersebut, ada tiga prefektur yang mengalami kerusakan paling parah, yakni Iwate, Miyagi, dan Fukushima.
Meskipun perbaikan infrastruktur berat seperti jalan dan tembok laut sebagian besar telah selesai dalam 13 tahun terakhir, jumlah penduduknya terus menurun.
Menurut Daftar Penduduk Dasar, dari total 43 pemerintah daerah di tiga prefektur yang mengeluarkan perintah evakuasi akibat kecelakaan nuklir, 35 pemerintah daerah, atau 80% dari total keseluruhan, mengalami penurunan populasi sebesar 10% atau lebih dibandingkan dengan sebelum gempa.
Baca juga: Jumlah Korban Tewas akibat Gempa Besar Jepang Timur & Tsunami 11 Tahun Lalu Mencapai 15.900 Orang
Dalam kondisi seperti ini, NHK melakukan survei online terhadap 1.000 orang di daerah yang terkena bencana di Iwate, Miyagi, dan Fukushima.