Kantor Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu merespons proposal terbaru gencatan senjata dari Hamas ini sebagai hal yang tidak masuk akal.
"Kami akan memberikan informasi terkini mengenai masalah ini kepada dewan (Kabinet) perang," tulis pernyataan kantor perdana menteri Israel tersebut.
Gerakan Hamas mengatakan, mereka telah menyampaikan proposal terbaru gencatan senjata ini kepada para mediator di Mesir dan Qatar.
Proposal terbaru gencatan senjata ini disebut Hamas sebagai sebuah visi komprehensif berdasarkan prinsip-prinsip dan landasan yang dianggap perlu oleh gerakan tersebut untuk mencapai kesepakatan.
Hamas ingin gencatan senjata ini mengarah pada penarikan sepenuhnya Israel dari Jalur Gaza dan gencatan senjata permanen.
"Selama gencatan senjata yang diusulkan, militan Gaza akan membebaskan sekitar 42 sandera yang ditahan sejak serangan pada tanggal 7 Oktober," kata seorang pejabat dari kelompok militan tersebut mengatakan pada hari Jumat seperti dilansir dari Arabnews, Jumat.
Hamas melanjutkan, “Usulan kami didasarkan pada penghentian agresi terhadap rakyat kami, memberikan bantuan dan bantuan, memulangkan para pengungsi ke rumah mereka, dan penarikan pasukan pendudukan dari Jalur Gaza.”
Seorang anggota biro politik Gerakan Hamas, Muhammad Nazzal, mengatakan kalau pembicaraan tentang kemajuan dalam negosiasi tidak 'akurat' karena kerasnya sikap Perdana Menteri pendudukan Benjamin Netanyahu.
Anggota biro politik Hamas menambahkan, Netanyahu menghubungkan nasib politiknya dengan kelanjutan perang, "Percaya bahwa ia akan bertanggung jawab setelah perang berhenti, menjelaskan bahwa pemerintah Amerika sepenuhnya bias terhadap Israel dan terdapat kolusi internasional dan regional dengan Israel."
Nazzal melanjutkan, kegagalan Netanyahu untuk mendapatkan lampu hijau Amerika untuk menyerang Rafah dapat menghentikan operasi militer IDF.
"Ini menjelaskan bahwa Netanyahu memberikan gambaran yang salah tentang jalannya perang kepada opini publik," kata dia dilansir Khaberni merujuk pada menurunnya dukungan publik Israel ke sang perdana menteri.
Nazzal melanjutkan bahwa Netanyahu dan anggota pemerintahannya tidak berminat untuk menghentikan perang karena takut akan disintegrasi koalisi pemerintah.
Dia juga menyinggung soal rencana AS membangun pelabuhan dadakan di lepas pantai Gaza.
"Mengingat bahwa proyek pelabuhan tersebut bersifat ambigu dan lokasinya harus diketahui, siapa yang akan mengelolanya dan mendistribusikan bantuan dan apakah ini akan menjadi alternatif penyeberangan darat," katanya.
Nazzal menambahkan, suku-suku di Gaza merupakan katup pengaman terhadap penetrasi wilayah Palestina yang dilakukan otoritas pendudukan.
(oln/khbrni/*)