TRIBUNNEWS.COM - Serangan udara Israel menghantam sebuah rumah pemukiman di Deir el-Balah di Jalur Gaza tengah, menewaskan 12 warga Palestina, kantor berita lokal melaporkan, dikutip Aljazeera.
Jet Israel menargetkan keluarga Thabet di lingkungan Bishara di pusat Deir el-Balah.
Sebagian besar korban adalah perempuan dan anak-anak, kata sumber medis.
Sementara itu, 13 truk bantuan tiba dengan selamat di Jabalia dan Kota Gaza.
Ini menjadi konvoi bantuan pertama dari selatan ke utara Jalur Gaza tanpa insiden dalam empat bulan.
Mengutip Aljazeera, berikut perkembangan lainnya seputar perang Israel-Hamas di Jalur Gaza.
Korban tewas di Gaza meningkat
Setidaknya 31.645 warga Palestina tewas dan 73.676 luka-luka akibat serangan Israel di Gaza sejak 7 Oktober, Kementerian Kesehatan Palestina mengumumkan.
Kementerian menambahkan bahwa 92 orang tewas dalam 24 jam terakhir.
Para dokter di Rafah kesulitan memberikan perawatan kepada pasien
Para dokter sukarelawan mengatakan mereka kesulitan untuk memberikan perawatan medis kepada masyarakat di Rafah, Gaza selatan.
PBB mengatakan 1,5 juta warga Palestina mencari perlindungan di Rafah setelah serangan gencar Israel di Gaza utara dan tengah.
Rafah kekurangan fasilitas kesehatan untuk merawat orang sebanyak itu.
Baca juga: WHO Desak Israel Batalkan Rencana Serang Rafah, Sebut Evakuasi Warga Bukanlah Solusi
Kekurangan obat-obatan serta persediaan telah memperburuk penderitaan.
“Fasilitas medis tidak mungkin bisa menampung pasien sebanyak ini,” kata Ahmed Saad, sukarelawan di pusat medis di Rafah.
"Kami beroperasi di kamp yang menampung sekitar 1,5 juta orang."
"Kami menerima obat-obatan untuk menutupi kebutuhan selama seminggu, tapi obat-obatan tersebut habis hanya dalam satu hari
Samar Gregea, seorang pengungsi Palestina dari Kota Gaza, mengatakan, “Kami menghadapi kekurangan obat-obatan, terutama obat-obatan anak."
"Ada banyak pasien di kamp tersebut, semua anak-anak menderita kekurangan gizi, dan penyakit hepatitis A tersebar luas."
"Anak-anak membutuhkan makanan tinggi gula, seperti kurma, yang saat ini tidak tersedia.”
Aksi protes di kota-kota pendudukan Israel
Ribuan pengunjuk rasa yang berkumpul di kota-kota terbesar Israel pada hari Sabtu (16/3/2024), menuntut PM Benjamin Netanyahu untuk mengundurkan diri.
Warga Israel marah atas cara pemerintah menangani perang di Gaza dan kegagalan pemerintah dalam menjamin pembebasan tawanan Israel yang diyakini ditahan di Gaza.
Sementara kepala agen Mossad Israel diperkirakan berada di Qatar pada hari Minggu untuk melakukan perundingan gencatan senjata, banyak warga Israel yang sudah kehabisan kesabaran dengan perang yang kini memasuki hari ke-163.
“Kami ingin pemerintah ini menanggapi kami dengan serius dan mundur. Negara kami adalah untuk rakyat dan bukan untuk kelompok diktator kecil yang menganggap mereka adalah pusat dunia,” kata Guy Ginat, seorang pengunjuk rasa.
Pengunjuk rasa lainnya, Dana Milo, berkata:
“Di balik setiap korban penculikan yang masih menderita di penawanan Hamas, ada orang-orang yang mereka cintai, yang tidak tidur, tidak makan, dan tidak bisa bernapas.”
Baca juga: Jenderal Mesir Soal Pelabuhan Gaza: Sampulnya Kemanusiaan, Dalamnya Penuh Intrik Kotor AS-Israel
Para pengunjuk rasa menuduh PM membatalkan pertemuan kabinet perang yang bertujuan untuk menetapkan mandat bagi tim perundingan Israel.
Namun kantor Netanyahu membantahnya dan mengatakan pihaknya akan bertemu pada hari Minggu.
Para pengunjuk rasa mengatakan mereka muak dengan kebijakan pemerintah mereka yang gagal menjamin pembebasan para tawanan yang tersisa, menurut Hamdah Salhut dari Al Jazeera, yang melaporkan dari Tel Aviv.
(Tribunnews.com, Tiara Shelavie)