News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Konflik Palestina Vs Israel

WHO Desak Israel Batalkan Rencana Serang Rafah, Sebut Evakuasi Warga Bukanlah Solusi

Penulis: Farrah Putri Affifah
Editor: Wahyu Gilang Putranto
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Direktur Jenderal Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Tedros Adhanom Ghebreyesus menghadiri konferensi pers tentang COVID-19 di kantor pusat WHO di Jenewa, Rabu (11/3/2020). Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus mengumumkan, wabah virus corona dikategorikan sebagai pandemi.

TRIBUNNEWS.COM - Kepala Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Tedros Adhanom Ghebreyesus pada hari Sabtu meminta Israel untuk menghentikan rencana serangan terhadap Rafah.

“Saya sangat prihatin dengan laporan mengenai rencana Israel untuk melanjutkan serangan darat di Rafah,” tulis Ketua WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus di X, yang sebelumnya bernama Twitter, dikutip dari Al Arabiya.

Menurutnya, serangan ini akan memperparah situasi warga sipil di Rafah.

Serangan ini akan menimbulkan lebih banyak warga sipil yang meninggal dunia.

“Eskalasi kekerasan lebih lanjut di wilayah padat penduduk ini akan menyebabkan lebih banyak kematian dan penderitaan,” tambahnya.

Oleh karena itu, ia mendesak Israel untuk lebih mementingkan perdamaian daripada kembali meluncurkan serangan di Rafah.

"Atas nama kemanusiaan, kami mengimbau Israel untuk tidak melakukan tindakan tersebut dan sebaliknya berupaya menuju perdamaian," jelasnya.

Sementara untuk rencana Israel yang akan mengevakuasi warga sipil sebelum melancarkan serangan di Rafah, ketua WHO mengatakan ini bukanlah sebuah solusi.

"Evakuasi yang direncanakan oleh tentara Israel sebelum melancarkan serangan bukanlah solusi praktis," katanya.

Ia menjelaskan Rafah merupakan tempat sebagian besar penduduk Gaza berlindung dan juga telah diempati oleh 1,2 juta orang.

“1,2 juta orang di Rafah tidak memiliki tempat yang aman untuk ditinggali," katanya.

Selain itu, warga kesulitan untuk mencari fasilitas kesehatan yang masih berfungsi di Gaza, selain di Rafah.

Baca juga: Langka! Pejabat Senior Hamas dan Houthi Bertemu, Disebut Bahas Kemungkinan Serangan Israel ke Rafah

“Tidak ada fasilitas kesehatan yang berfungsi penuh dan aman yang dapat dijangkau di tempat lain di Gaza,” jelasnya.

Tedros Adhanom Ghebreyesus menjelaskan evakuasi warga justru akan menambah penderitaan dan memperparah bencana kemanusiaan.

“Banyak orang yang terlalu rapuh, lapar dan sakit untuk dipindahkan lagi. Bencana kemanusiaan ini tidak boleh dibiarkan bertambah buruk," tegasnya.

Sebelumnya, Perdana Menteri Benjamin Netanyahu pada hari Jumat menyetujui rencana pasukan Israel untuk menyerang Rafah.

Namun Netanyahu mengatakan ia tetap menunggu kesepakatan gencatan senjata, dikutip dari Reuters.

Ia juga telah mengirim delegasinya ke Qatar untuk melakukan pembicaraan mengenai kemungkinan kesepakatan terkait sandera dengan Hamas.

Sebaliknya, rencana Netanyahu untuk melancarkan serangan di Rafah menimbulkan banyak kecaman.

Sekutu global dan kritikus mendesak Netanyahu untuk menunda serangan terhadap Rafah, karena khawatir akan jatuhnya korban sipil dalam jumlah besar.

Meskipun dapat kecaman dari berbagai pihak, Netanyahu beralasan dengan mengklaim bahwa wilayah di Gaza selatan adalah salah satu benteng terakhir Hamas yang telah berjanji untuk dihilangkan.

Sebelumnya, Hamas telah menyampaikan rencana gencatan senjata baru untuk mengakhiri perang Israel di Gaza.

Dalam rencana tersebut mencakup pembebasan sandera Israel dengan imbalan kebebasan bagi tahanan Palestina, 100 di antaranya menjalani hukuman seumur hidup.

Mengutip dari Al Jazeera, gencatan senjata ini akan dilakukan dalam tiga tahap.

Nantinya, masing-masing tahap akan berlangsung selama 42 hari.

Pembebasan pertama, Hamas mengatakan pasukan Israel harus mundur dari jalan al-Rashid dan Salah al-Din untuk memungkinkan kembalinya warga Palestina yang kehilangan tempat tinggal dan mengalirnya bantuan.

Pada waktu yang bersamaan, pembebasan sandera untuk perempuan, anak-anak, orang tua dan sandera yang sakit sebagai imbalan atas pembebasan 700-1.000 warga Palestina yang ditahan di penjara-penjara Israel.

Kemudian pada tahap kedua, gencatan senjata permanen harus diumumkan sebelum pertukaran tentara yang ditangkap dapat dimulai.

Sementara tahap ketiga akan mencakup memulai proses rekonstruksi di Gaza dan mencabut pengepungan Israel di wilayah kantong tersebut.

Konflik Palestina vs Israel

Israel telah melancarkan serangan militer mematikan di Jalur Gaza pada 7 Oktober 2023.

Lebih dari 31.500 warga Palestina meninggal dunia.

Sebagian besar korban merupakan perempuan dan anak-anak.

Hingga saat ini, serangan Israel juga telah menyebabkan 73.546 orang terluka akibat kehancuran massal dan kekurangan kebutuhan pokok.

Perang Israel ini menyebabkan 85 persen penduduk Gaza terpaksa mengungsi di tengah blokade yang melumpuhkan sebagian besar makanan, air bersih, dan obat-obatan.

Sementara 60 persen infrastruktur di wilayah Gaza telah rusak dan hancur.

(Tribunnews.com/Farrah Putri)

Artikel Lain Terkait Konflik Palestina vs Israel

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini