Jadi Target Sah Serangan Rusia, Kepala Staf Angkatan Darat Perancis: Kami Siap Perang
TRIBUNNEWS.COM - Militer Prancis menyatakan siap menghadapi perkembangan apa pun yang terjadi secara internasional dan bersiap menghadapi “pertempuran terberat” untuk melindungi dirinya sendiri.
Kesiapan militer Prancis berperang itu dilontarkan kepala staf Angkatan Darat Prancis, Jenderal Pierre Schill, dalam sebuah wawancara yang diterbitkan pada Selasa (19/3/2024).
Pernyataan ini menyusul lontaran Presiden Prancis Emmanuel Macron dalam beberapa pekan terakhir yang berulang kali menolak mengesampingkan kemungkinan pengiriman pasukan Barat ke Ukraina untuk membantu Kiev dalam perjuangannya melawan Rusia.
Baca juga: Ini Dia Calon Lawan Sepadan Rusia: Bakal Jadi Negara dengan Kekuatan Militer Paling Dahsyat di Eropa
Macron memang menggambarkan Moskow sebagai "musuh” Paris.
"Pasukan Prancis “siap,” kata Schill kepada Le Monde, sambil menekankan bahwa “apa pun perkembangan situasi internasional, Prancis dapat diyakinkan: tentara mereka akan merespons.”
Schill mengatakan Perancis mempunyai “tanggung jawab internasional” dan terikat oleh perjanjian pertahanan dengan “negara-negara yang terkena ancaman besar,” dan oleh karena itu pasukannya harus dilatih dan dapat dioperasikan dengan tentara sekutu.
Dia menambahkan, pencegahan nuklir “bukanlah jaminan universal” karena tidak melindungi terhadap konflik yang akan tetap “di bawah ambang batas kepentingan vital.”
Schill mengatakan, Angkatan Darat harus menunjukkan dirinya sebagai kekuatan yang kredibel melalui daya tanggap dalam hal proyeksi kekuatan dan kemampuan untuk melakukan operasi dengan cakupan yang lebih besar.
Jenderal tersebut mengatakan kalau Prancis saat ini memiliki kapasitas untuk melakukan divisi sekitar 20.000 orang dalam waktu 30 hari dan memiliki kemampuan untuk memimpin korps tentara hingga 60.000 orang yang mencakup divisi sekutu.
Dalam sebuah wawancara dengan saluran TF1 dan France 2 pekan lalu, Presiden Macron mengatakan kalau Prancis “tidak mengobarkan perang terhadap Rusia” dengan mendukung Kiev, namun menyebut Rusia sebagai “musuh” dan tetap berpegang pada pernyataannya bahwa kemungkinan pengerahan pasukan NATO terhadap negara tersebut tidak dapat “dikecualikan”.
Pernyataannya memicu gelombang penyangkalan dari sebagian besar anggota dan pejabat NATO di Perancis – termasuk Sekretaris Jenderal Jens Stoltenberg – tentang niat mereka untuk mengerahkan pasukan mereka ke Ukraina.
Pada saat yang sama, El Pais di Spanyol melaporkan pada hari Senin bahwa blok pimpinan AS telah terlibat “dalam setiap aspek” konflik dan bahwa personel militer aktif dan mantan dari negara-negara NATO telah beroperasi di negara tersebut untuk mengawasi penggunaan senjata oleh Kiev yang dipasok Barat.
Moskow telah berulang kali menggambarkan konflik tersebut sebagai perang proksi yang dipimpin AS melawan Rusia.
Sementara Presiden Rusia Vladimir Putin telah memperingatkan agar tidak melakukan eskalasi dan mengatakan bahwa bentrokan langsung antara NATO dan Rusia akan “selangkah lagi menuju Perang Dunia III skala penuh. ”
Target Serangan Sah Rusia
Adapun Intelijen Rusia sudah mencium adanya upaya untuk mengirimkan sebanyak 2.000 tentara Prancis ke Ukraina.
Kepala Badan Intelijen Luar Negeri (SVR) Rusia Sergey Naryshkin mengungkapkan, Prancis saat ini sedang mempersiapkan langkah-langkah pengiriman serdadunya ke Kiev.
"Tentara Prancis memang akan menjadi, target prioritas yang sah untuk serangan Angkatan Bersenjata Rusia,” kata Naryshkin dikutip dari Russia Today, Rabu (20/3/2024).
Dikutip dari Russia Today, militer dan pejabat tinggi Rusia telah berulang kali menunjuk pada kehadiran tentara bayaran Perancis yang sudah berperang untuk Kiev di lapangan.
Pada pertengahan Januari, Kementerian Pertahanan Rusia mengatakan bahwa lebih dari 60 orang asing, sebagian besar warga negara Perancis, tewas dalam serangan presisi tinggi terhadap “tempat berkumpul sementara para pejuang asing.”
Dalam pernyataannya pada hari Selasa, kepala SVR mengatakan Angkatan Bersenjata Perancis menjadi “prihatin” dengan meningkatnya jumlah warga negara Perancis yang meninggal di Ukraina.
Tingkat korban diduga telah melampaui “ambang batas psikologis” dan dapat memicu protes, kata pernyataan itu, seraya menambahkan bahwa pemerintahan Macron menyembunyikan informasi ini dan “menunda” kapan informasi tersebut harus diungkapkan.
Menurut kepala intelijen, militer Prancis khawatir dengan rencana pemerintah mengirim kontingen ke Ukraina, mengingat operasi semacam itu akan sulit dilakukan tanpa sepengetahuan Rusia.