TRIBUNNEWS.COM - Dana Moneter Internasional (IMF) menyebut kondisi perekonomian Sri Lanka sekarang sudah membaik setelah terpuruk setelah dililit utang dua tahun lalu.
Infasi Sri Lanka turun sebesar 70 persen pada tahun 2022 menjadi 5,9 persen bulan lalu.
"Perekonomian negara tersebut berkembang pada paruh kedua tahun lalu, setelah mengalami kontraksi selama satu setengah tahun," kata IMF pada Kamis (21/3/2024), dilansir Al Jazeera.
"Ekspansi ekonomi Sri Lanka tahun-ke-tahun pada kuartal ketiga tahun 2023 adalah 1,6 persen, dan pada kuartal keempat 4,5 persen," kata IMF.
Krisis ekonomi pada awal tahun 2022 membuat rakyat Sri Lanka menderita kekurangan makanan, obat-obatan, bahan bakar, dan listrik yang parah.
Rakyat turun ke jalan dan menuntut Presiden Gotabaya Rajapaksa turun dari jabatannya.
Negara kepulauan di Samudra Hindia ini mengumumkan kebangkrutan pada bulan April 2022 dengan utang lebih dari $83 miliar – lebih dari setengahnya berasal dari kreditor asing.
Pada Juli 2022, Perdana Menteri saat itu Ranil Wickremesinghe diangkat sebagai presiden.
Sri Lanka meminta bantuan IMF untuk menyelamatkan perekonomian dan mendapatkan paket dana talangan tahun lalu.
Wickremesinghe berhasil memulihkan listrik, dan kekurangan kebutuhan pokok telah banyak berkurang.
Mata uang Sri Lanka menguat, dan suku bunga turun menjadi sekitar 10 persen.
Baca juga: Bank Dunia Kucurkan Dana 700 Juta Dolar AS untuk Atasi Krisis Ekonomi Sri Lanka
Namun, Wickremesinghe menghadapi kemarahan masyarakat atas pajak yang besar dan tingginya biaya hidup.
Berdasarkan program dana talangan empat tahun yang ada saat ini, IMF akan mengucurkan dana sebesar $2,9 miliar secara bertahap setelah melakukan tinjauan dua kali setahun mengenai apakah negara tersebut menerapkan reformasi ekonomi yang diperlukan.
Negara ini telah menerima dua pembayaran sejauh ini dan juga telah menerima janji pengampunan utang dari kreditor besar seperti India, Jepang dan Tiongkok.
Pemerintah juga sedang melakukan pembicaraan dengan kreditor swasta.
Pada hari Rabu (20/3/2024), IMF mengatakan tim pejabatnya telah mencapai kesepakatan dengan pihak berwenang Sri Lanka mengenai peninjauan kedua reformasi ekonomi.
Setelah perjanjian tersebut disetujui oleh dewan eksekutif IMF, Sri Lanka akan memiliki akses terhadap bantuan tahap terbaru sebesar $337 juta, dengan total total bantuan sejauh ini sekitar $1 miliar.
Bank Dunia (World Bank) sepakat memberikan bantuan sebesar 700 juta dolar AS untuk Sri Lanka yang tengah dilanda krisis ekonomi.
Dari jumlah tersebut, sekitar 500 juta dolar AS akan dialokasikan untuk dukungan anggaran, sedangkan 200 juta dolar AS sisanya akan digunakan untuk dukungan kesejahteraan bagi mereka yang paling terpukul oleh krisis.
“Melalui pendekatan bertahap, strategi Kelompok Bank Dunia berfokus pada stabilisasi ekonomi awal, reformasi struktural, dan perlindungan masyarakat miskin dan rentan,” kata Faris Hadad-Zervos, Direktur Bank Dunia untuk Sri Lanka.
“Jika dipertahankan, reformasi ini dapat mengembalikan negara ke jalur menuju pembangunan yang hijau, tangguh, dan inklusif,” sambungnya.
Meskipun indikator perekonomian membaik dan kekurangan pangan terburuk telah berkurang, masyarakat Sri Lanka telah kehilangan daya beli karena pajak yang tinggi dan devaluasi mata uang.
Pengangguran masih tetap tinggi karena industri-industri yang sempat terpuruk pada puncak krisis belum kembali pulih.
(Tribunnews.com, Andari Wulan Nugrahani)