TRIBUNNEWS.COM - Iran rupanya sempat memperingatkan Rusia tentang ancaman potensi serangan teror di wilayahnya sebelum terjadi serangan di sebuah tempat musik dekat Moskow bulan lalu, Reuters melaporkan.
Sebuah sumber mengatakan kepada Reuters bahwa Iran telah berbagi informasi tentang kemungkinan serangan teroris besar kepada Moskow.
Informasi itu diperoleh selama interogasi terhadap pelaku pemboman mematikan di Iran pada bulan Januari lalu.
Intelijen Iran mengatakan bahwa mereka telah menahan puluhan orang yang diduga terkait dengan pemboman yang menewaskan hampir 100 orang di Iran.
Mereka kemudian mengumumkan telah menangkap seorang komandan ISIS-Khorasan (ISIS-K) yang berbasis di Afghanistan.
ISIS-K juga kemudian disebut sebagai dalang serangan tanggal 22 Maret di Moskow, yang menewaskan sedikitnya 144 orang.
Sumber lain mengatakan kepada Reuters bahwa informasi yang diberikan Iran kepada Rusia tidak berisi informasi spesifik tentang kapan atau di mana serangan bisa terjadi.
Sebelumnya, Amerika Serikat mengeluarkan peringatan yang sama kepada Rusia.
Namun Presiden Vladimir Putin mengabaikan peringatan itu, dengan menyebutnya "provokatif," CNN.com melaporkan.
ISIS sendiri juga mengaku bertanggung jawab atas serangan itu.
Rusia awalnya seakan tidak terima ISIS yang melakukan serangan tersebut.
Baca juga: 2 Jenderal IRGC Tewas dalam Serangan Udara Israel di Damaskus, Iran Bertekad Balas Dendam
Rusia berusaha menyalahkan Ukraina, dengan menyebut para pelaku berusaha kabur ke Ukraina sebelum mereka ditangkap.
Siapa ISIS-K dan Apa Motif Serangan Mereka?
Mengutip The Straits Times, berikut informasi seputar ISIS-K dan motif kelompok itu menyerang Rusia.
Apa Itu ISIS-K?
Nama ISIS-Khorasan (ISIS-K) diambil dari istilah lama untuk wilayah yang mencakup sebagian Iran, Turkmenistan dan Afghanistan.
ISIS-K juga dikenal dengan nama Islamic State in Khorasan Province (ISKP).
ISIS-K muncul di Afghanistan timur pada akhir tahun 2014 dan dengan cepat dikenal sebagai kelompok yang sangat brutal.
Sebagai salah satu afiliasi regional paling aktif dari kelompok militan ISIS, ISIS-K mengalami penurunan jumlah keanggotaan sejak mencapai puncaknya sekitar tahun 2018.
Adanya pasukan Taliban dan AS menimbulkan kerugian besar pada kelompok tersebut.
Amerika mengatakan kemampuannya untuk mengembangkan intelijen terhadap kelompok ekstremis di Afghanistan seperti ISIS-K telah berkurang sejak penarikan pasukan AS dari negara tersebut pada tahun 2021.
Serangan Apa Saja yang Dilakukan ISIS-K?
ISIS-K memiliki sejarah panjang berbagai serangan teror, termasuk serangan terhadap masjid, baik di dalam dan di luar Afghanistan.
Sebelumnya pada tahun 2024, AS menyadap komunikasi yang mengonfirmasi kelompok tersebut, melakukan pemboman ganda di Iran yang menewaskan hampir 100 orang.
Pada September 2022, militan ISIS-K mengaku bertanggung jawab atas bom bunuh diri yang mematikan di kedutaan Rusia di Kabul.
ISIS-K juga bertanggung jawab atas serangan terhadap bandara internasional Kabul pada tahun 2021 yang menewaskan 13 tentara AS dan sejumlah warga sipil selama evakuasi AS dari negara tersebut.
Baca juga: Rusia Minta Telegram Perketat Sistem seusai Apps-nya jadi Alat Komunikasi Teroris di Serangan Moskow
Sebelumnya pada bulan Maret, jenderal penting AS di Timur Tengah mengatakan ISIS-K dapat menyerang kepentingan AS dan Barat di luar Afghanistan hanya dalam waktu enam bulan dan tanpa peringatan.
Mengapa ISIS-K Menyerang Rusia?
Serangan ISIS-K di Rusia pada tanggal 22 Maret 2024 bisa dikatakan merupakan eskalasi yang dramatis.
Tetapi para ahli mengatakan kelompok tersebut telah menentang Presiden Rusia Vladimir Putin dalam beberapa tahun terakhir.
“ISIS-K telah terpaku pada Rusia selama dua tahun terakhir, sering mengkritik Putin dalam propagandanya,” kata Dr Colin Clarke dari The Soufan Centre, sebuah kelompok penelitian yang berbasis di Washington.
Michael Kugelman dari Wilson Center yang berbasis di Washington mengatakan ISIS-K melihat Rusia terlibat dalam kegiatan yang sering menindas umat Islam.
Ia menambahkan, bahwa kelompok tersebut juga termasuk sejumlah militan Asia Tengah yang memiliki ketidaksukaan mereka sendiri terhadap Moskow.
(Tribunnews.com, Tiara Shelavie)