TRIBUNNEWS.COM – Serangan Iran ke Israel pada Minggu dini hari, (14/4/2024), menimbulkan kerugian yang amat besar bagi Israel.
Brigjen Reem Aminoach, mantan penasihat keuangan Pasukan Pertahanan Israel (IDF), mengatakan kerugian itu menembus angka 4—5 miliar shekel atau sekitar Rp17,2—21,5 triliun
“Jika kita berbicara tentang rudal balistik yang harus ditembak jatuh dengan sistem Arrow, rudal jelajah yang harus ditembak jatuh dengan rudal lain, dan pesawat nirawak yang pada kenyataannya dijatuhkan terutama dengan pesawat, maka jumlahkan biayanya,” kata Aminoach kepada Yedioth Ahronoth.
“Sebesar $3,5 untuk satu rudal Arrow, $1 miliar untuk rudal David’s Sling, biaya ini dan itu untuk pesawat. Besarnya 4—5 miliar shekel.
Aminoach juga mengungkapkan keputusan pemerintah Israel untuk menunda pemesanan jet tempur baru dari Amerika Serikat (AS).
“Menangguhkan pemesanan pesawat dari AS dengan menggunakan uang Amerika dalam bentuk dolar bantuan dan kita berbicara tentang pesawat yang seharusnya tidak ditambahkan untuk menambah pesawat yang telah ada, tetapi hanya untuk menggantikan pesawat yang telah ada,” katanya.
Sementara itu, juru bicara militer Israel, Daniel Hagari, mengatakan ada sekitar 350 rudal dan pesawat nirawak yang diluncurkan dari Iran ke Israel.
Hagari mengklaim kebanyakan dari rudal dan pesawat itu bisa ditangkis Israel.
Dia juga menyebut ada juga rudal dan pesawat nirawak yang diluncurkan dari Lebanon, Irak, dan Yaman.
Israel akan lancarkan serangan balasan
Israel diperkirakan akan melancarkan serangan balasan ke Iran dalam waktu dekat.
Baca juga: Sederet Sistem Pertahanan Udara Iran untuk Lawan Serangan Balasan Israel, Ada S-300 Rusia
Wall Street Journal menyebut perkiraan itu didasarkan pada informasi dari tiga pejabat tinggi di Barat.
Meski serangan balasan itu sudah dekat, Amerika Serikat (AS) yang menjadi sekutu dekat Israel meminta negara Zionis itu untuk untuk mengurungkan niatnya.
“Kami tidak akan ikut serta dalam operasi serangan apa pun terhadap Iran,” kata pejabat AS kepada Wall Street Journal, dikutip dari Times Now News.
Di sisi lain, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyebut Timur Tengah kini berada dalam situasi berbahaya.