TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Banyak yang meledek bahwa serangan udara Iran ke Israel pada Sabtu malam atau Minggu dini hari, gagal dan memalukan.
Bahkan, ini juga disampaikan juru bicara Dewan Keamanan Nasional Gedung Putih John Kirby dalam sebuah briefing seraya menyebut, AS turut membantu Israel menjatuhkan rudal dan drone Iran.
Sementara pihak lain mengatakan, serangan Iran sebenarnya hanya sebagai ‘peringatan’ kepada Israel, dan untuk menciptakan pencegahan terhadap eskalasi Israel di masa depan.
Faktanya, para pejabat Iran kini telah memperingatkan bahwa Iran akan memberikan respons yang sama terhadap semua serangan Israel di masa depan.
Iran menyebutnya sebagai persamaan baru. Artinya, setiap kali Israel menyerang mereka, Iran akan langsung balik menyerang, sebagaimana kemampuan yang baru mereka tunjukkan.
Namun, yang patut dicermati, serangan Iran kali ini adalah terobosan dalam penggunaan teknologi rudal di peperangan modern, seperti yang telah disebutkan di awal.
Para analis militer menilai, Iran menunjukkan kemampuan untuk melewati sistem anti-rudal yang paling kuat dan canggih di dunia, suatu hal yang tidak dimiliki Ukraina saat menghadapi Rusia.
Fakta ini menunjukkan tidaklah tepat jika ada yang membandingkan tingkat keberhasilan serangan rudal Iran dan Rusia.
Di Ukraina, rudal-rudal Rusia memang menghadapi Sistem Pertahanan Patriot dan sejumlah arhanud standar NATO,
Namun semuanya diawaki oleh orang-orang Ukraina yang kurang terlatih, dan diintegrasikan sepenuhnya ke dalam sistem berlapis Barat seperti yang terjadi di pihak Israel.
Sementara yang dihadapi rudal dan drone Iran dalam Operasi Janji Setia adalah sistem perisai rudal berlapis, dan bisa disebut yang terkuat di dunia.
"Faktanya, Iran bisa menembus setiap perisai rudal yang diawaki dan dioperasikan oleh AS, Israel dan sekutunya, dengan segala perlengkapan dan kemampuan canggih C4ISR dan SIGINT yang melekat pada seluruh aliansi Barat," tulis Simplicius dalam platform X.
Sistem Arhanud yang maksud adalah THAAD, Patriot, David's Sling, Arrow-3, SM-3, Iron Dome, dan bahkan 'C-Dome' dari kapal perang jenis korvet Israel.
Belum termasuk pertahanan pesawat tempur seperti F-35 hingga Eurofighter Typhoon yang menggotong rudal udara ke udara.
Siapa "pemenangnya"?
Saat ini terdapat dua pandangan utama yang saling bersaing mengenai situasi ini, merujuk pada tulisan akun Simplicius di sini
1. Pendapat pertama. Mereka mengatakan bahwa Iran ‘dipermalukan’ karena Israel mencegat segalanya, dan yang lebih penting, Iran kini telah menyia-nyiakan satu-satunya keuntungan yang mereka peroleh dari unsur kejutan, karena telah mengumumkan rencana penyerangan mereka 72 jam sebelumnya.
Kelompok pertama ini juga berpendapat bahwa satu-satunya keunggulan Iran atas Israel adalah ancaman bahwa Iran dapat melakukan peluncuran massal rudal balistik yang mereka takuti, sehingga memusnahkan sebagian besar wilayah Israel.
Tapi sekarang, ketika kerusakan yang dirasakan akibat serangan itu tidak terlalu besar, Iran telah menunjukkan bahwa mereka lebih lemah dari perkiraan, sehingga bisa memberi Israel keberanian untuk terus menyerang dan memprovokasi Iran.
Dalam tulisannya, Simplicius mengatakan, hal ini tentu merupakan argumen yang masuk akal.
"Saya tidak mengatakan bahwa hal tersebut sepenuhnya salah—kita hanya tidak mengetahui faktanya karena alasan-alasan yang disebutkan di atas bahwa:
Kita sebenarnya tidak tahu seberapa besar kerugian yang diakibatkan oleh serangan tersebut. Karena itu semua klaim sepihak dari Israel.
Kita tidak tahu apakah Iran hanya bertujuan untuk melakukan tindakan ‘ringan’ demi kepentingan ‘manajemen eskalasi’.
Yaitu. mereka mungkin tidak ingin menimbulkan terlalu banyak kerusakan dengan sengaja, hanya untuk mengirim pesan namun tidak memprovokasi Israel untuk merespons terlalu agresif.
"Iran memiliki ribuan rudal semacam itu, jadi jelas bahwa meluncurkan hanya 70 atau 100 lebih, kemungkinan besar bukan merupakan indikasi serangan besar yang benar-benar menyebabkan kerusakan serius pada infrastruktur Israel."
2. Pendapat kedua. adalah sisi sebaliknya: Iran menjadi pemenang besar dengan menunjukkan semua kemampuan yang telah diuraikan sebelumnya dalam melewati perisai Air Defense (AD/Pertahanan Udara) terpadat di Barat.
Simplicius berpendapat, faktor ini, dalam beberapa hal, lebih tepat dalam jangka panjang. Pendapat dia:
Pertama, Faktanya, Iran telah membuktikan kemampuannya untuk menembus Israel.
Artinya, jika mau--dengan meluncurkan rudal dalam jumlah yang jauh lebih banyak di satu waktu-- Iran juga punya kemampuan menyebabkan kehancuran nuklir dengan menyerang pembangkit listrik tenaga nuklir Dimona Israel.
Selain itu, wilayah Israel jauh lebih kecil dibandingkan Iran yang relatif besar.
Iran dapat "menerima" banyak serangan nuklir dan bertahan, namun satu peristiwa nuklir massal di Israel dapat "menyinari" seluruh negara, sehingga tidak dapat dihuni lagi.
Kedua, Faktor pskikologis. Barat termasuk Israel dulu mencemaskan rudal scud Irak yang bisa membawa hulu ledak kimia atau biologis. Iran pun secara teknis dapat melakukan hal serupa dengan menciptakan 'bom kotor' yang digotong dengan rudal hipersonik mereka.
Ketiga, ini merupakan serangan langsung pertama yang dilakukan Iran. Dapat dikatakan bahwa mereka memperoleh data dan metrik penting dari seluruh kemampuan pertahanan aliansi Barat serta kerentanan pertahanan Israel.
Ini berarti ada ancaman tersirat bahwa serangan apa pun di masa depan dengan skala sebesar ini akan jauh lebih efektif, karena Iran sekarang mungkin ‘mengkalibrasi’ serangan tersebut untuk memaksimalkan apa yang dilihatnya sebagai kegagalan atau kelemahan yang ada di pihaknya tadi malam.
Rusia sudah dua tahun melancarkan serangan semacam itu, dan baru-baru ini mereka mengkalibrasi dan menyempurnakan waktu yang tepat untuk serangan tiga ancaman balistik drone-ALCM-balistik yang canggih dan berlapis-lapis.
Iran juga dapat melakukan peningkatan pada setiap iterasi dan memaksimalkan/menyederhanakan efektivitas pada setiap upaya.
Keempat, terdapat kesenjangan besar dalam biaya operasional.
Pertahanan Israel terhadap serangan rudal dan pesawat tak berawak Iran tadi malam diperkirakan menghabiskan lebih dari $1,3 miliar dalam bentuk bahan bakar jet, pencegat rudal permukaan-ke-udara, rudal udara-ke-udara, dan peralatan militer lainnya yang digunakan oleh susunan pertahanan udara Israel; dengan rudal anti-balistik hipersonik "Arrow 3" saja yang diyakini menelan biaya antara $5-20 juta.
Sebuah sumber yang belum terkonfirmasi menyatakan bahwa serangan yang dilakukan oleh Iran hanya memakan biaya sebesar $30 juta, sementara jumlah yang diperkirakan untuk intersepsi negara-negara Barat adalah sekitar $1 miliar hingga $1,3 miliar.
Jika serangan hanya berlangsung beberapa jam seperti yang terjadi Minggu dini hari, dampak ekonomi tentu tidak terlalu dirasakan Tel Aviv.
Namun, apa jadinya jika kampanye serangan Iran yang berlarut-larut dan Iran disebut mampu melakukan hal tersebut jika merujuk pada stok rudal dan drone mereka yang berjumlah ribuan hingga belasan ribu.
Kampanye semacam itu kemungkinan besar akan sangat menguras kemampuan Barat untuk menembak jatuh ancaman drone Shahed yang skalanya paling rendah sekalipun.
Lihat saja Ukraina—negara ini sedang mengalami pembelajaran yang sama seperti yang kita bicarakan saat ini.
Terakhir. Salah satu konsekuensi yang terabaikan dari hal ini adalah fakta Iran sekarang mampu sepenuhnya mengganggu cara hidup ekonomi Israel.
Jika Iran terlibat dalam kampanye serangan massal, hal ini dapat melumpuhkan perekonomian Israel dengan membuat seluruh wilayah tidak dapat dihuni, menyebabkan migrasi massal seperti serangan Hamas yang menyebabkan ribuan warga Israel mengungsi.
Tidak seperti 'genosida' Israel yang kerap ditujukan terutama pada warga sipil, serangan Iran tadi malam secara eksklusif menargetkan situs-situs militer.
Namun jika Iran menginginkannya, mereka dapat melancarkan serangan infrastruktur besar-besaran seperti yang dilakukan Rusia terhadap jaringan energi Ukraina, sehingga semakin memperburuk kerusakan ekonomi.
Singkatnya: Iran dapat membuat Israel terperosok dalam kelesuan ekonomi atau kehancuran total yang akan berlangsung selama berbulan-bulan atau bertahun-tahun.
Jangan lupa serangan ini masih relatif terbatas di Iran saja.
Tentu saja, Houthi dan bahkan Kata'ib Hizbullah dilaporkan mengirim beberapa drone, tapi jumlahnya kecil.
Artinya di masa depan, jika Israel memilih untuk melakukan eskalasi, Iran masih memiliki beberapa tingkat keuntungan yang bisa mereka peroleh.
Jika ada dorongan, bayangkan Hizbullah, Ansar Allah, Hamas, Suriah, dan Iran semuanya melancarkan serangan penuh terhadap Israel dalam perang habis-habisan.
Mungkin itulah yang diinginkan Israel, demikian pendapat beberapa orang.
Bagaimanapun juga, terdapat gema dari berbagai perang Arab-Israel di mana Israel ‘menang’ melawan koalisi Arab yang begitu besar.
Namun zaman telah berubah, kalkulusnya sedikit berbeda sekarang. Jika tidak menggunakan senjata nuklir, bagaimana Israel dapat bertahan dari perang besar-besaran melawan Hizbullah di utara, sementara Iran setiap hari menghujani industri Israel dengan serangan rudal hipersonik, drone, dan segala sesuatu di antaranya, sehingga melumpuhkan perekonomiannya?