News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Festival Seks di Korsel Didemo Warga, Dianggap Rusak Moral

Editor: Hasanudin Aco
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Kelompok Suwon's Women's Hotline menilai industri seks mendorong kekerasan terhadap perempuan.

Di Gangnam, tempat festival tersebut akhirnya diadakan, sebagian besar warga muda di kawasan itu punya pendapat yang terbelah berdasarkan jenis kelamin mereka.

“Ini bukan pornografi dan mereka tidak melakukan sesuatu yang ilegal, jadi menurut saya [acara] itu tidak seharusnya dilarang,” kata Moon Jang-won, seorang karyawan perusahaan IT.

Namun Lee Ji-yeong, perempuan berusia 35 tahun, mengatakan dirinya bisa mengerti tindakan dewan kota yang melarang festival seks.

Dia mengaku "muak dengan festival tersebut karena mengomersialkan seks".

Namun sebagian besar setuju bahwa dengan melarang festival tersebut, pihak berwenang telah melampaui batas.

“Larangan ini merupakan keputusan politisi tuadan konservatif yang ingin menarik pemilih yang lebih tua,” kata Yoo Ju, 34 tahun.

“Generasi tersebut masih percaya bahwa seks harus disembunyikan,” lanjutnya, seraya menambahkan bahwa sikap anak muda terhadap seks sedang berubah dan dia serta teman-temannya membicarakan seks secara terbuka.

Politik di Korea Selatan sebagian besar masih berpedoman pada nilai-nilai konservatif dan tradisional. Pihak berwenang sebelumnya dituduh melakukan tindakan berlebihan dan menghambat keberagaman.

Tahun lalu, Dewan Kota Seoul menghentikan parade LGBT yang diadakan di alun-alun utama kota tersebut menyusul tentangan dari kelompok Kristen. Pemerintah belum mengeluarkan undang-undang anti-diskriminasi yang akan melindungi komunitas LGBT dan perempuan, padahal kedua komunitas menghadapi prasangka yang signifikan.

Kontroversi mengenai festival seks telah membuat topik keberagaman seksual dan kesetaraan gender menjadi saling terkait. Pihak penyelenggara berargumen bahwa pihak berwenang menghalangi warga untuk berekspresi secara bebas, sedangkan para perempuan menyatakan bahwa hak-hak mereka telah dilanggar.

Pihak berwenang harus mencari cara untuk mengatasi dilema rumit ini.

Play Joker mengatakan kepada BBC bahwa mereka berencana untuk kembali menjadi tuan rumah festival tersebut pada bulan Juni, hanya saja lebih besar. Lee mengklaim kini ada beberapa politisi yang mendukungnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini