TRIBUNNEWS.COM - Iran menarik pasukannya dari Suriah seusai Israel menyerang kota Isfahan, Jumat (19/4/2024) kemarin.
"Iran mengurangi jejak militernya di Surih setelah serangkaian serangan yang diduga dilakukan oleh Israel," kata sumber yang dekat dengan kelompok militan Hizbullah dan sebuah pemantau perang, Rabu (24/4/2024).
Pengamat perang yang berbasis di Inggris, Observatorium Suriah untuk Hak Asasi Manusia, mengatakan pasukan Iran telah mundur dari Damaskus dan Suriah selatan.
"Pejuang Lebanon dan Irak yang didukung Iran telah mengambil alih posisi mereka," kata kepala Observatorium Rami Abdel Rahman.
Iran telah berulang kali mengatakan bahwa mereka tidak memiliki pasukan tempur di Suriah, hanya perwira yang memberikan nasihat dan pelatihan militer.
Namun Observatorium mengatakan sebanyak 3.000 personel militer Iran hadir di Suriah, didukung oleh puluhan ribu pejuang yang dilatih Iran dari negara-negara termasuk Lebanon, Irak dan Afghanistan.
“Iran menarik pasukannya dari Suriah selatan, termasuk provinsi Quneitra dan Daraa, yang berbatasan dengan Dataran Tinggi Golan yang dianeksasi Israel,"kata sumber yang dekat dengan Hizbullah, dikutip dari Al Arabiya.
Meski demikian, militer Iran masih tetap ada di wilayah lain di Suriah.
Orang-orang yang baru-baru ini melakukan perjalanan ke Damaskus mengatakan kepada AFP bahwa kehadiran Iran menjadi kurang terlihat di ibu kota Suriah.
Bendera Iran dan potret para pemimpin Iran yang digantung di beberapa bagian Damaskus sebagian besar telah hilang, tambah mereka.
Baca juga: Raisi Ancam akan Musnahkan Rezim Zionis Jika terjadi Serangan Besar di Iran
Kini, kehadiran Iran hanya terlihat di Sayyida Zeinab, sebuah tujuan ziarah penting Syiah di pinggiran selatan kota tersebut, kata mereka.
Hubungan baik Iran-Suriah
Seperti diketahui, Iran dan Suriah punya hubungan baik.
Teheran memberikan dukungan militer kepada pasukan pemerintah Suriah selama lebih dari satu dekade.
Namun, mengingat meningkatnya serentetan eskalasi yang menargetkan anggotanya dalam beberapa bulan terakhir, kehadiran militer Iran mulai dikurangi.
Situasi menegangkan memuncak pada 1 April 2024 kemarin, di mana Israel menghancurkan gedung Konsulat Iran di Damaskus, Suriah.
Serangan berdarah itu menewaskan sedikitnya tujuh anggota Korps Garda Revolusi Islam (IRGC), dua di antaranya adalah jenderal.
Iran pun terdorong untuk melancarkan serangan rudal dan drone langsung pertama kalinya terhadap Israel pada 13-14 April 2024.
Serangan Kota Isfahan
Ketegangan di kawasan pun semakin parah.
Media pemerintah Iran melaporkan pada hari Jumat (19/4/2024) bahwa negara tersebut telah mengaktifkan sistem pertahanan udaranya di pusat kota Isfahan, untuk menjatuhkan tiga objek udara, di tengah suara ledakan.
Penerbangan dihentikan sebentar di banyak wilayah di negara itu, sebelum peringatan dicabut.
Stasiun penyiaran AS, mengutip pejabat senior Amerika, melaporkan bahwa rudal Israel telah menghantam Isfahan.
Baca juga: TV Iran Remehkan Serangan Israel, Sebut 3 Benda Kecil Tak Dikenal Dicegat Sistem Pertahanan Udara
Para pejabat Iran mengatakan mereka masih mengkonfirmasi sumber serangan drone tersebut, sementara Israel belum mengomentari insiden tersebut.
Kunjungan Presiden Iran ke Pakistan
Presiden Iran Ebrahim Raisi mengancam akan memusnahkan rezim Zionis jika terjadi serangan besar di Iran.
"Serangan Israel ke wilayah Iran dapat mengubah dinamika secara radikal dan mengakibatkan tidak ada lagi yang tersisa dari rezim Zionis," kata Raisi selama kunjungannya ke Pakistan, dikutip kantor berita resmi IRNA, Selasa (23/4/2024).
Saat ini Raisi sedang berkunjung ke Pakistan.
Tur Raisi ke Pakistan sudah dimulai dari Senin (22/4/2024) kemarin.
Bagaimana pandangan Pakistan menanggapi ketegangan Iran-Israel pun menjadi sorotan.
Pada Minggu (14/4/2024), sehari setelah serangan Iran terhadap Israel, Kementerian Luar Negeri Pakistan mengeluarkan pernyataan yang menyerukan de-eskalasi.
Menurut Pakistan, peristiwa itu dianggap sebagai “konsekuensi dari gagalnya diplomasi”.
“Hal ini juga menggarisbawahi dampak buruk jika Dewan Keamanan PBB tidak mampu memenuhi tanggung jawabnya menjaga perdamaian dan keamanan internasional,” kata pernyataan kementerian tersebut.
Pakistan menegaskan perlunya upaya internasional untuk mencegah permusuhan lebih lanjut di wilayah tersebut dan untuk gencatan senjata di Gaza.
Pakistan tidak mengakui Israel dan tidak memiliki saluran komunikasi langsung dengan Israel.
Islamabad merupakan negara mayoritas Sunni.
Sementara warga Iran, mayoritas Syiah.
(Tribunnews.com, Andari Wulan Nugrahani)