TRIBUNNEWS.COM - Pengadilan Kriminal Internasional atau ICC berencana akan segera mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu.
Surat perintah penangkapan terhadap Benjamin Netanyahu ini berkaitan dengan tuduhan kejahatan perang di Gaza.
Akibat kabar tersebut, para pejabat Israel semakin khawatir bila surat penangkapan itu benar-benar dikeluarkan oleh ICC.
"Kami berharap pengadilan menahan diri untuk tidak mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap pejabat senior politik dan keamanan Israel," kata Menteri Luar Negeri Israel, Israel Katz kepada Reuters.
"Kami tidak akan menundukkan kepala atau merasa gentar dan akan terus berjuang," tambah Katz.
Katz pun memperingatkan kedutaan besar Israel untuk meningkatkan keamanan atas risiko "gelombang antisemitisme yang parah".
Melalui akun X, Benjamin Netanyahu mengatakan tindakan ICC dapat menjadi preseden berbahaya.
"Meskipun ICC tidak akan mempengaruhi tindakan Israel, hal ini akan menjadi preseden berbahaya yang mengancam tentara dan pejabat di semua negara demokrasi yang memerangi terorisme biadab dan agresi nakal," kata Netanyahu.
"Di bawah kepemimpinan saya, Israel tidak akan pernah menerima upaya apa pun yang dilakukan ICC untuk melemahkan hak membela diri mereka," tambahnya.
Lebih lanjut, Netanyahu bersikeras bahwa dirinya tidak akan tunduk atas perintah penangkapan dari ICC.
"Ancaman untuk menangkap tentara dan pejabat di satu-satunya negara demokrasi di Timur Tengah dan satu-satunya negara Yahudi di dunia adalah hal yang keterlaluan. Kami tidak akan tunduk padanya," ungkap Netanyahu.
Baca juga: Wakil Jubir Deplu AS: Tindakan Israel di Gaza Tak Sebanding dengan Perang Rusia di Ukraina
Kepala Jaksa ICC, Karim Khan mengatakan pada bulan Oktober bahwa pengadilan tersebut memiliki yurisdiksi atas potensi kejahatan perang yang dilakukan di Jalur Gaza, menurut Reuters.
Kantor berita tersebut melaporkan bahwa Israel bukan anggota mahkamah tersebut dan tidak mengakui yurisdiksinya, namun wilayah Palestina diakui sebagai anggota pada tahun 2015.
Blokir Surat Penangkapan
Israel melakukan upaya bersama untuk mencegah rencana ICC untuk menangkap Netanyahu dan pejabat tinggi lainnya, kata salah seorang sumber kepada Times of Israel.
Dewan Keamanan Nasional dan Kementerian Luar Negeri akan memimpin kampanye tersebut, menurut sumber tersebut.
"Kami beroperasi semampu kami," katanya.
Sumber pertama mengatakan fokus utama dari tuduhan ICC yang dikhawatirkan adalah bahwa Israel “sengaja membuat warga Palestina kelaparan di Gaza”.
Juru bicara internasional Pasukan Pertahanan Israel (IDF), Nadav Shoshani memberikan pengarahan yang jarang dilakukan pada hari Sabat kepada wartawan asing tentang dukungan Israel terhadap dermaga kemanusiaan sementara di lepas pantai Gaza.
Baca juga: Bela Benjamin Netanyahu, Amerika Protes Penyelidikan ICC atas Kejahatan Perang Israel di Gaza
Shoshani menggarisbawahi upaya Israel untuk menumpulkan kampanye ICC.
Pejabat tersebut mengkonfirmasi laporan sebelumnya dari media berbahasa Ibrani bahwa Amerika Serikat adalah bagian dari upaya diplomatik terakhir untuk mencegah ICC bergerak maju.
Ben Caspit melalui situs berita Walla mengatakan, Netanyahu berada “di bawah tekanan yang tidak biasa” atas prospek surat perintah penangkapan terhadap dirinya.
Menurut Caspit, perintah ini akan menyebabkan kemunduran besar dalam status internasional Israel.
Caspit melaporkan, Netanyahu memimpin “dorongan tanpa henti melalui telepon” untuk mencegah surat perintah penangkapan, yang terutama berfokus pada pemerintahan Presiden AS Joe Biden.
Baca juga: ICC Pertimbangkan Tangkap Netanyahu dan Pejabat Israel atas Kejahatan di Gaza, Sudah Beri Peringatan
Seorang analis menyebut Jaksa ICC, Karim Khan kemungkinan pada minggu ini akan mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap Netanyahu, Menteri Pertahanan Yoav Gallant, dan Kepala Staf IDF Herzi Halevi.
Salah satu outlet berita televisi terkemuka Israel, Channel 12, pekan lalu melaporkan bahwa Israel semakin khawatir dengan kemungkinan ICC akan mengeluarkan surat perintah penangkapan.
Laporan tersebut mengatakan bahwa Kantor Perdana Menteri mengadakan “diskusi darurat” mengenai masalah ini.
Seorang juru bicara pemerintah tidak menanggapi pertanyaan mengenai laporan televisi tersebut atau rinciannya.
(Tribunnews.com/Whiesa)