TRIBUNNEWS.COM, MALAYSIA - Kelompok pejuang Palestina, Hamas, meminta Mantan Wakil Presiden RI Jusuf Kalla ikut menjadi mediator untuk mengakhiri konflik Palestina Vs Israel.
Demikian dikemukakan Mantan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia RI, Hamid Awaludin, yang saat ini berada di Malaysia bertemu dengan para petinggi Hamas.
Hamid Awaluddin merupakan orang kepercayaan Jusuf Kalla yang juga salah satu anggota delegasi Jusuf Kalla yang bertemu perwakilan Hamas di Kuala Lumpur, Malaysia, Minggu (5/5/2024) kemarin.
Menurut dia Hamas berharap Jusuf Kalla dapat memediasi Palestina Vs Israel yang tengah berkonflik dan tak ada tanda-tanda akan berakhir.
Mediasi diharapkan dapat mengakhiri aksi kekerasan akibat serangan Israel ke Jalur Gaza tujuh bulan belakangan.
Dalam pertemuan tersebut, delegasi Jusuf Kalla bertemu dengan perwakilan Hamas yang dipimpin Pejabat Biro Politik sekaligus Wakil Kepala Urusan Internasional Hamas Dr Bassem Naim.
Baca juga: Polisi Israel Gerebek Stasiun Al Jazeera di Jerusalem Timur dan Paksa Hentikan Siaran
Menurut Hamid, salah satu fokus pertemuan tersebut adalah penghentian aksi kekerasan yang telah mengorbankan masyarakat sipil secara masif.
Naim menekankan bahwa tindakan Israel terhadap masyarakat Palestina di Jalur Gaza adalah genosida.
"Dunia pun sudah mengutuk tindakan kejam Israel tersebut, kecuali Amerika Serikat. Namun, seperti yang kita tahu Presiden AS Joe Biden dan PM Israel Benjamin Netanyahu kewalahan sendiri menghadapi rakyatnya yang memprotes tindakan pemerintah Israel," kata Hamid, Senin (6/5/2024) dikutip dari Kompas.TV.
Pertemuan antara delegasi Jusuf Kalla dengan Hamas disebut berlangsung selama sekitar tiga jam.
Pembicaraan ini dilangsungkan di sebuah tempat di luar Kuala Lumpur, Minggu (5/5) malam.
Hamid mengatakan, Jusuf Kalla bersama timnya sempat berupaya memediasi konflik Israel-Palestina pada Juli dan pertengahan Oktober 2023.
Namun mediasi ini terhenti akibat serangan Hamas ke Israel pada 7 Oktober 2023 lalu.
Menurut data terkini Kementerian Kesehatan Palestina di Gaza, Israel telah membunuh lebih dari 34.622 orang di Jalur Gaza, lebih dari setengahnya adalah perempuan dan anak-anak.
Lebih dari 77.867 orang juga terluka di Jalur Gaza. Lebih dari 8.000 orang dinyatakan hilang, kemungkinan tertimbun reruntuhan.
Korban jiwa kemungkinan besar akan terus bertambah seiring agresi Israel yang masih berlangsung.
Pasukan Israel pun berniat melancarkan serangan darat ke Rafah, titik paling selatan di Jalur Gaza.
Jusuf Kalla Pengalaman Atasi Konflik
Jusuf Kalla dikenal berpengalaman menangani sejumlah konflik.
Misalnya Jusuf Kalla menyelesaikan konflik yang terjadi di Poso, Sulawesi tengah dan Ambon, Maluku.
Jusuf Kalla juga turun tangan langsung menyelesaikan konflik yang terjadi di Nanggroe Aceh Darussalam NAD.
Perdamaian dengan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) diselesaikan Jusuf Kalla dengan penandatanganan perjanjian Helsinki pada tanggal 15 Agustus 2005.
Pada 2010 lalu, Jusuf Kalla juga bertemu Presiden Filipina Gloria Macapagal Arroyo di Manila membahas penyelesaian konflik di Mindanao, Filipina selatan kala itu.
Hamas Percaya Diri
Hamas merasa percaya diri untuk negosiasi gencatan senjata dengan Israel.
Delegasi Hamas ke Mesir guna mengikuti dalam pembicaraan di Kairo.
Pembicaraan mengenai negosiasi gencatan senjata antara Hamas-Israel kembali dilakukan di Kairo, Sabtu (4/5/2024).
Upaya untuk memastikan kesepakatan gencatan senjata di Gaza, dan pembebasan sandera memang terus diupayakan.
Pihak Hamas mengungkapkan delegasinya telah melakukan perjalanan ke Kairo dengan semangat positif usai mempelajari proposal kesepakatan yang baru.
“Kami berupaya mengamankan kesepakatan dengan cara yang memenuhi permintaan Palestina,” demikian bunyi pernyataan kelompok perlawanan Palestina itu dikutip dari BBC.
Menteri Luar Negeri Amerika Serikat, Antony Blinken mengatakan tak akan sulit bagi Hamas untuk melakukan gencatan senjata.
Negosiator Hamas telah kembali ke Kairo untuk melakukan pembicaraan jangka panjang, yang ditengahi Mesir dan Qatar.
Hal itu untuk menghentikan sementara serangan Israel di Gaza dengan imbalan membebaskan sandera.
Pada pernyataannya, Hamas mengatakan, pihaknya ingin mematangkan kesepakatan yang ada, menunjukkan ada beberapa hal yang masih tak disetujui oleh kedua belah pihak.
Tampaknya permasalahan utama adalah apakah kesepakatan gencatan senjata itu akan bersifat permanen atau sementara.
Hamas bersikeras bahwa setiap kesepakatan memberikan komitmen khusus untuk mengakhiri perang.
Namun Israel enggan menyetujuinya selama kelompok perlawanan itu masih aktif di Gaza.
Diperkirakan yang akan dibahas adalah jeda 40 hari dalam pertempuran dan pembebasan sandera Israel, serta pembebasan sejumlah tahanan Palestina di penjara-penjara Israel.
Meski begitu, kesepakatan diyakini tak akan berpengaruh terhadap upaya serangan Israel ke Rafah.
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu berulang kali mengatakan, operasi militer ke Rafah tetap akan dilakukan, meski kesepakatan tercapai.