News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Konflik Palestina Vs Israel

Invasi Rafah Bakal Sia-sia, Eks-Panglima Perang IDF: Kami Gagal Membunuh Al-Deif dan Yahya Sinwar

Penulis: Hasiolan Eko P Gultom
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Pemimpin Gerakan Hamas, Yahya Sinwar di Jalur Gaza. Sinwar dikabarkan menjadi orang nomor satu yang masuk dalam daftar bunuh tentara Israel.

Invasi Rafah Bakal Sia-sia, Eks-Panglima Perang IDF: Kami Gagal Membunuh Al-Deif dan Yahya Sinwar

TRIBUNNEWS.COM - Mantan Kepala Staf tentara pendudukan Israel (IDF), Aviv Kochavi, mengungkapkan kegagalan upaya Israel untuk membunuh pemimpin gerakan Hamas di Jalur Gaza, Yahya Sinwar, dan panglima Brigade Al-Qassam, Muhammad Al -Deif.

Dia menyiratkan, usaha Israel menginvasi Rafah, di Gaza Selatan adalah upaya sia-sia karena menghentikan perang di Jalur Gaza adalah satu-satunya cara untuk mengembalikan tahanan Israel di sana.

Baca juga: Tentara IDF Satu Pangkalan Dievakuasi, Israel Sebut Gaza Medan Perang Paling Sulit di Dunia

Hal ini disampaikan dalam pidato yang disampaikan oleh Kochavi di hadapan kerumunan orang Yahudi di Amerika Serikat, yang disiarkan oleh saluran swasta Ibrani Channel 12 pada Rabu malam kemarin.

Kochavi meninggalkan posisinya sekitar 9 bulan sebelum serangan banjir Al-Aqsa yang dilancarkan oleh Brigade Al-Qassam – sayap militer gerakan Hamas – di pemukiman di sekitar Jalur Gaza pada 7 Oktober 2023.

"Meski begitu, banyak warga Israel yang melihatnya sebagai salah satu dari mereka yang bertanggung jawab atas kegagalan keamanan yang menyebabkan serangan Hamas tersebut," menurut laporan saluran.

Kochavi berkata: “Saya rasa tidak ada cara untuk mengembalikan orang-orang yang diculik tanpa menghentikan perang Israel di Jalur Gaza.”

Dengan mediasi Qatar, Mesir, dan Amerika Serikat, faksi-faksi milisi perlawanan Palestina di Gaza dan pendudukan telah melakukan negosiasi tidak langsung yang gagal selama berbulan-bulan, untuk mencapai kesepakatan pertukaran tahanan dan menghentikan perang di Gaza yang pecah pada 7 Oktober 2023.

Baca juga: Untuk Pertama Kalinya, Mossad Israel Akui Terkejut atas Serangan Hamas

Tank Merkava Israel tampak hangus dibakar saat serangan Banjir Al-Aqsa milisi perlawanan Palestina yang dipimpin Hamas ke pemukiman dan pangkalan militer Israel di sekitar Jalur Gaza. (tangkap layar)

Salah Memprediksi Soal Gaza

Kochavi mengakui, sebelum terjadinya serangan Banjir Al-Aqsa oleh Hamas, Israel hanya berfokus pada ancaman dari Iran dan pertahanan di utara.

 Itu artinya, Israel selama ini cenderung mengabaikan ancaman di depan hidung mereka sendiri.

Iran dan gerakan Hizbullah, yang berada jauh dari parameter Tel Aviv, justru menjadi 'pengalih fokus' IDF yang akhirnya kecolongan oleh serangan Hamas Cs.

“Orang-orang bertanya: Mengapa Anda tidak melakukan apa pun terhadap Gaza? Kami mempersiapkan tentara untuk menghadapi Iran. Saya harus mengakui bahwa kami tidak menganggap Jalur Gaza dan Hamas sebagai ancaman nyata, dan strategi di lapangan adalah untuk melakukan hal yang sama (secara berulang), fokus pada Iran dan arena utara," akunya.

Hanya sedikit gambar Mohammed Deif, pemimpin serangan Hamas dari Brigade Al Qassam terhadap Israel, termasuk siluet bayangan dari sosok yang sulit ditangkap. (Hazem Bader/AFP melalui Getty Images)

Upaya Gagal Membunuh Al-Deif dan Yahya Sinwar

Dia menjelaskan, pada tahun 2021 pihak IDF melihat perubahan di Hamas.

"Dan kami mengindikasikan bahwa sesuatu yang baru sedang terjadi," katanya.

Kochavi menunjukkan bahwa inilah alasan di balik “usaha kami untuk membunuh pemimpin Hamas di Jalur Gaza, Yahya Sinwar, dan panglima Brigade Al-Qassam, Muhammad Al-Deif, namun masalahnya adalah sulit dilakukan di daerah padat penduduk,” seperti yang dijelaskannya.

Dia melanjutkan: "Kami bekerja selama beberapa bulan untuk melakukan likuidasi Al-Dhaif dan Al-Sanwar, namun kami tidak dapat melakukannya."

Mengenai situasi di front utara, Kochavi berkata, “Satu-satunya cara untuk mengakhiri pertempuran dengan Hizbullah adalah dengan menghentikan perang di Gaza.”

Dia menekankan bahwa sulit dipercaya bahwa melalui saluran diplomatik kita akan mencapai situasi yang diinginkan di utara, dan pilihan lainnya adalah operasi militer.

Pendudukan terus melakukan perang yang menghancurkan terhadap Jalur Gaza meskipun sudah ada resolusi gencatan senjata yang segera dikeluarkan oleh Dewan Keamanan, dan meskipun mereka muncul di hadapan Mahkamah Internasional dengan tuduhan melakukan “genosida.”

(oln/khbrn/*)
 
 

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini