"Delegasi dari AS juga menghormati sikap kami," kata Datuk Seri Saifuddin kepada wartawan setelah pertemuan dengan pejabat sanksi teratas Departemen Keuangan AS, Brian Nelson, yang sedang mengunjungi Kuala Lumpur.
Sanksi AS terhadap Iran
Sebelumnya pada Kamis (18/4/2024), Amerika mengumumkan sanksi baru terhadap Iran buntut eskalasi terhadap Israel pada Sabtu (13/4/2024) kemarin.
Sanksi dari AS menargetkan produksi kendaraan udara tak berawak (UAV) atau drone.
Departemen Keuangan AS mengatakan, tindakan tersebut menargetkan 16 individu dan dua entitas yang memungkinkan produksi UAV Iran, termasuk jenis mesin yang menggerakkan UAV varian Shahed Iran.
Senjata-senjata ini diklaim digunakan dalam serangan 13 April.
Dikutip dari Reuters, lima perusahaan di berbagai yurisdiksi yang menyediakan bahan komponen untuk produksi baja kepada Perusahaan Baja Khuzestan (KSC) Iran, salah satu produsen baja terbesar di Iran, atau membeli produk baja jadi KSC juga dijatuhi sanksi.
Tiga anak perusahaan produsen mobil Iran, Bahman Group, yang dikatakan mendukung Korps Garda Revolusi Islam Iran, juga menjadi sasaran, dilansir The Guardian.
Gedung Putih juga sedang mengupayakan sanksi atau hukuman untuk memukul ekonomi Iran.
Meski pembatasan ekspor minyak dapat memukul perekonomian Iran, akan tetapi apabila sanksi ini diberlakukan dalam jangka waktu yang lama maka pasar global akan mengalami lonjakan harga minyak mentah.
Sanksi Uni Eropa terhadap Iran
Sementara itu, para pemimpin Uni Eropa (UE) juga sepakat untuk meningkatkan sanksi terhadap Iran.
Hampir sama seperti AS, sanksi Uni Eropa juga menargetkan drone dan rudal Iran.
“(UE) akan mengambil tindakan pembatasan lebih lanjut terhadap Iran, terutama terkait kendaraan udara tak berawak dan rudal," demikian pengumuman Uni Eropa, Kamis (18/4/2024), dikutip dari The Guardian.
Sebenarnya, sejauh ini Uni Eropa sudah menerapkan serangkaian sanksi terhadap Iran, termasuk pembatasan perdagangan, larangan perjalanan, dan pembekuan aset.
Beberapa dari sanksi ini dijatuhkan sebagai respons terhadap pelanggaran hak asasi manusia di Teheran – termasuk setelah kematian Mahsa Amini pada tahun 2022 di tangan polisi moral Iran – dan tindakan keras yang kejam terhadap pengunjuk rasa.