News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Konflik Palestina Vs Israel

Pendukung Israel Terbelah, Prancis, Belgia hingga Norwegia Siap Tangkap Netanyahu, AS: Keterlaluan!

Editor: Malvyandie Haryadi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu (kanan). Nasibnya di ujung tanduk setelah Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap dirinya.

TRIBUNNEWS.COM, DEN HAAG - Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) untuk mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu, dan lainnya atas kejahatan yang dilakukan di Jalur Gaza.

Negara-negara Eropa yang biasa mendukung Israel kini terbelah, di antara mereka ada yang mendukung penangkapan terhadap Netanyahu, yakni Prancis, Slovenia, Norwegia, hingga Belgia.

Sedangkan sekutu tradisional Israel, Amerika Serikat justru meradang dengan keputusan Pengadilan Kriminal Internasional.

Presiden Amerika Serikat Joe Biden secara tegas menolak keputusan jaksa Mahkamah Pidana Internasional (ICC) Karim Khan yang meminta surat perintah penangkapan terhadap Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan Menteri Pertahanan Yoav Gallant.

Biden menyebut keputusan ICC "keterlaluan" dan bersumpah akan mendukung Israel seiring proses hukum berjalan.

Dia juga mengecam keputusan jaksa Khan yang menyetarakan posisi Israel dan kelompok pejuang Palestina, Hamas, yang tiga di antara pemimpinnya juga masuk dalam daftar permohonan surat perintah penangkapan dari ICC.

“Biar saya perjelas: apa pun yang disiratkan oleh jaksa ini, tidak ada kesetaraan--sama sekali tidak ada--antara Israel dan Hamas. Kami akan selalu mendukung Israel melawan ancaman terhadap keamanannya,” kata Biden dalam sebuah pernyataan, Senin (20/5/2024).

Senada dengan bosnya, Menlu AS Antony Blinken mengatakan Washington secara fundamental menolak keputusan Khan, sama seperti Biden yang menolak ketika Israel disamakan dengan Hamas.

Blinken berdalih, Hamas adalah "organisasi teroris brutal yang melakukan pembantaian terburuk terhadap orang-orang Yahudi sejak Holocaust dan masih menyandera puluhan orang tak bersalah, termasuk warga Amerika".

Sikap Jerman

Sementara pemerintah Jerman mengatakan, permintaan surat perintah penangkapan Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) terhadap Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu adalah “serius” dan harus dibuktikan.

“Pemerintah Federal selalu menekankan bahwa Israel mempunyai hak untuk membela diri terhadap serangan mematikan Hamas sesuai dengan hukum internasional,” kata juru bicara pemerintah yang tidak disebutkan namanya kepada surat kabar Bild menjelang publikasi hari Rabu, yang dikutip oleh Badan Pers Jerman dpa. .

“Dengan latar belakang ini, tuduhan jaksa penuntut adalah hal yang serius dan harus dibuktikan. Jerman berasumsi bahwa fakta bahwa Israel adalah negara konstitusional demokratis dengan peradilan yang kuat dan independen juga diperhitungkan,” tambah pejabat itu.

Jerman selama ini dikenal sebagai pendukung terkuat Israel atas serangan militernya di Gaza.

Meskipun ada tekanan publik yang meningkat, Kanselir Olaf Scholz telah berulang kali mengatakan Jerman memikul tanggung jawab khusus terhadap Israel karena sejarah Nazi-nya.

Berlin telah dituduh terlibat dalam genosida oleh banyak tokoh terkemuka, termasuk politisi dan akademisi, serta kelompok hak asasi manusia.

Pisah Jalan

Berbeda dengan AS dan Jerman, Kementerian Luar Negeri Prancis, mengatakan: "Paris mendukung Pengadilan Kriminal Internasional, independensinya, dan perjuangan melawan impunitas dalam segala keadaan."

"Para pelaku kejahatan yang dilakukan di Gaza harus diadili pada tingkat tertinggi tanpa memandang status dan posisi mereka," tambah pernyataan itu.

Sedangkan Menteri Luar Negeri Belgia, Hadja Lahbib, yang berasal dari keluarga asal Aljazair, juga menulis di akun media sosialnya X bahwa "Brussels menyatakan dukungan penuh untuk Pengadilan Kriminal Internasional."

"Mereka yang melakukan kejahatan di Gaza harus diadili pada tingkat tertinggi terlepas dari siapa pelakunya," sebutnya dalam postingannya.

Kementerian Luar Negeri Slovenia juga memposting pesan di media sosial X yang mendukung langkah ICC untuk menangkap mereka yang bertanggung jawab atas pertumpahan darah di Gaza.

"Para pelaku yang telah melakukan kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan di Jalur Gaza sejak 7 Oktober 2023 harus diadili secara independen dan tanpa pandang bulu tanpa pengecualian dan perhatian terhadap status dan posisi mereka," kata pernyataan itu.

Norwegia Siap Tangkap Netanyahu

Norwegia menjadi negara Eropa pertama yang mengumumkan akan menangkap Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu apabila surat perintah penahanan dikeluarkan panel hakim Pengadilan Kriminal Internasional (ICC).

Hal tersebut diungkap Menteri Luar Negeri Norwegia Espen Barth Eide, Selasa (21/5/2024) yang mengatakan bahwa apabila surat perintah penahanan dikeluarkan terhadap Netanyahu dan Yoav Gallant atas nama Pengadilan Den Haag, maka mereka akan diwajibkan menangkap kedua orang itu jika berada di kawasan Norwegia.

Surat kabar daring Norwegia mengatakan Eide membenarkan bahwa Netanyahu berisiko diekstradiksi apabila dia mengunjungi Norwegia.

Eide menegaskan kembali bahwa seseorang yang namanya termaktub dalam surat penangkapan, harus diserahkan ke pengadilan sesuai dengan kewajiban Norwegia.

Netanyahu tak mau ditangkap

Benjamin Netanyahu menolak rencana penangkapannya itu dengan rasa muak.

Menurutnya, ICC telah melakukan langkah yang ceroboh dan menyamakan dirinya serta militer Israel (IDF) dengan Hamas.

"Saya dengan muak menolak perbandingan jaksa penuntut di Den Haag antara Israel yang demokratis dan pembunuh massal Hamas," kata Netanyahu dalam sebuah pernyataan, mengacu pada kota di Belanda tempat pengadilan tersebut bermarkas, dikutip dari AFP.

"Dengan keberanian apa Anda berani membandingkan 'monster' Hamas dengan tentara IDF (tentara Israel), tentara paling bermoral di dunia?," jelasnya.

"Ini seperti menciptakan kesetaraan moral setelah 11 September antara Presiden (George W) Bush dan Osama bin Laden, atau selama Perang Dunia II antara FDR (Franklin D Roosevelt) dan Hitler," tambahnya lagi.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini