TRIBUNNEWS.COM -- Sebanyak 4.300 narapidana di Ukraina mengajukan permohonan untuk bergabung menjadi anggota militer.
Pemerintah Volodymyr Zelensky menyatakan bahwa mereka akan diterima menjadi tentara Ukraina dan langsung mendapatkan pembebasan bersyarat dan diproses untuk dilatih menjadi prajurit yang siap berperang.
Menteri Kehakiman Ukraina Denis Maliuska, mereka yang diterima langsung memberikan pembebasan bersyarat sebagai imbalan atas pengabdian mereka.
Baca juga: Rusia Pamer Kekuatan, Putin akan Bahas Latihan Nuklir Fase 2 dengan Belarusia
"Lebih dari 4.300 tahanan telah mengajukan permohonan untuk bergabung dengan militer dan dengan demikian akan memperoleh kebebasan mereka," kata Maliuska.
Maliuska, seperti dikutip dari New York Times, mengatakan bahwa pihaknya telah membebaskan sebanyak 350 napi yang telah mendaftar dalam wajib militer Ukraina tersebut.
Sementara ribuan lainnya yang telah mendaftar sedang diproses di pengadilan.
Meski demikian, jelasnya, tidak semua napi yang bisa diterima ikut mobilisasi militer. Mereka harus memenuhi syarat tertentu.
Maliuska mengungkap napi yang diterima ikut wajib militer Ukraina adalah yang masa hukumannya tidak lebih dari tiga tahun.
Pendaftaran tidak berlaku bagi tahanan kejahatan berat, seperti pembunuhan berencana, pemerkosaan, dan perdagangan narkoba, tidak memenuhi syarat.
Pria ini menambahkan bahwa dari para narapidana ini, diharapkan bisa menambah kekuatan militer Ukraina sebanyak 20.000 personel.
Baca juga: Perang Rusia-Ukraina Hari ke-821: Pecat Petinggi Militer, Kremlin Bantah Sedang Bersih-bersih
"Mendaftarkan tahanan membantu meringankan kekurangan personel militer dan kesulitan dalam menyusun populasi umum," ujarnya.
Menurut undang-undang, mekanisme ini akan berlaku selama negara tersebut masih berada di bawah darurat militer.
Ukraine terus melakukan perekrutan militer untuk mengganti para prajuritnya yang tewas dan terluka oleh peperangan dengan Rusia.
Prajurit Volodymyr Zelensky diperkirakan terus menyusut karena peperangan tidak seimbang melawan pasukan Vladimir Putin yang lebih unggul dari senjata maupun jumlah personel.
Rusia mengklaim sejak Januari 2024 saja sudah lebih daro 111.000 pasukan Ukraina yang tewas. Diperkirakan, jumlah tentara Kiev yang tewas telah melebihi setengah juta orang.
Kini setelah UU Mobilisasi Militer diberlakukan, Ukraina terus menggenjot jumlah tentaranya untuk ditempatkan di garis depan menahan laju tentara Rusia yang terus mengambil wilayah Ukraia..
Penuh Kekerasan
Sementara media Ukraina, Strana mengungkapkan bahwa upaya Ukraina untuk merekrut militer dari warga sipil kini mulai bermasalah.
Perekrutan dianggap asal-asalan, bahkan warga yang mengalami disabilitas tetap dikirim ke garis depan sehingga mati sia-sia.
Dalam sebuah beritanya, Strana mengungkapkan, di wilayah Odessa, seorang penyandang disabilitas sejak kecil, Boris yang dimobilisasi oleh militer.
Dia dikirim ke garis depan, meski menderita epilepsi. Dia mengalami kejang dan meninggal.
“Boris adalah pria lokal yang baik hati, yang dikenal seluruh desa. Dia bekerja di pasar lokal, mendapatkan satu sen untuk mencari nafkah. Pria itu berusia 29 tahun. Dia bahkan tidak punya paspor,” kata warga setempat.
Komando Operasi Selatan menyatakan bahwa kantor pendaftaran dan pendaftaran militer menerima dokumen dari rumah sakit bahwa pria tersebut sehat dan layak untuk dinas militer.
Sementara panitia perekrutan atau TCC tidak mengomentari situasi tersebut.
“Keputusan itu dibuat oleh komisi medis. TCC menerima dokumen dari dokter bahwa dia sehat dan bugar. Dan komisinya berlangsung di rumah sakit, jadi mereka harus berkomentar,” kata pembicara OK Natalya Gumenyuk.
Belakangan diketahui, kejaksaan sedang memeriksa keadaan mobilisasi dan kematian warga Shiryaevo, wilayah Odessa tersebut.
Menurut kantor kejaksaan, pria tersebut meninggal di Nikolaev setibanya di unit militer.
Beberapa proses pidana telah dibuka, yang diawasi oleh kantor kejaksaan. Legalitas panggilan pria tersebut dan ketepatan waktu pemberian perawatan medis kepadanya sedang diperiksa.