News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Konflik Palestina Vs Israel

Hamas Sebut AS Buta setelah Mati-matian Bela Israel dalam Pembantaian di Rafah

Penulis: Yunita Rahmayanti
Editor: Garudea Prabawati
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Kolase foto Presiden AS Joe Biden (kiri) dan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu (kanan). --- Hamas sebut AS buta karena mengabaikan Israel yang melakukan pembantaian di Rafah.

TRIBUNNEWS.COM - Gerakan Perlawanan Islam Palestina, Hamas, mengutuk pemerintahan Presiden Amerika Serikat (AS), Joe Biden, yang menutup mata dan menyangkal pembantaian yang dilakukan Israel di Rafah, Jalur Gaza selatan.

Hamas menganggap sekutu dekat Israel itu mengabaikan pembunuhan terhadap warga Palestina di Rafah.

“Kami mengutuk keras desakan pemerintahan Presiden Biden yang menutup mata dan menyangkal pembantaian mengerikan yang dilakukan oleh tentara kriminal pendudukan Zionis terhadap pengungsi Palestina di Rafah," kata Hamas dalam pernyataannya, Rabu (29/5/2024).

Setidaknya, 45 warga Palestina terbakar hidup-hidup saat Israel meluncurkan serangan udara di kamp tenda di Rafah pada Minggu (26/5/2024) dini hari.

Hamas mengatakan AS mengabaikan kecaman internasional yang mengutuk Israel setelah berulang kali menargetkan tenda-tenda pengungsi di Rafah.

Sebaliknya, AS melindungi Israel dan tidak mengutuknya, bahkan serangan Israel di Rafah bukanlah garis merah bagi AS.

"Entitas Zionis belum melewati garis merah yang ditetapkan oleh Presiden Biden," kata Hamas, dikutip dari Al Arabiya.

Hal itu, menurut Hamas, menunjukkan ketidakpedulian AS terhadap kehidupan warga Palestina.

Hamas menganggap AS terlibat dalam kejahatan yang dilakukan Israel di Jalur Gaza, terutama peran AS sebagai pemasok bom untuk Israel.

AS Cuma Prihatin, Sebut Tak Ada Operasi Besar Israel di Rafah

Gedung Putih memperingatkan Israel atas serangannya terhadap kamp pengungsi di Rafah, Jalur Gaza selatan pada Minggu (26/5/2024).

Baca juga: AS sebut Tidak Ada Operasi Darat Besar-besaran di Rafah

"Kami tentu mengutuk hilangnya nyawa," kata juru bicara Dewan Keamanan Nasional AS, John Kirby ketika dimintai pendapat soal serangan tersebut, Selasa (28/5/2024).

Ia mengatakan Israel terus melakukan penyelidikan yang menurutnya akan memberikan petunjuk lebih lanjut mengenai serangan itu.

"Ini bukan sesuatu untuk kita abaikan. Kami sudah menyampaikan hal ini kepada rekan-rekan Israel," lanjutnya, dikutip dari Anadolu.

Meski demikian, John Kirby memastikan dukungan AS untuk Israel tidak akan goyah.

"Dukungan AS terhadap perang Israel yang sedang berlangsung di Jalur Gaza tidak akan goyah," katanya.

Menurutnya, serangan di Rafah bukanlah garis merah bagi AS untuk mengambil tindakan terhadap Israel.

"Tindakan Israel sejauh ini bukan merupakan operasi darat besar yang telah ditetapkan oleh Presiden Biden sebagai garis merah untuk bantuan Washington yang sedang berlangsung," lanjutnya.

“Kami belum melihat mereka melakukan hal itu pada saat ini, tapi kami mengawasinya dengan cermat,” katanya.

“Semua yang kami lihat, dan kami tidak bisa melihat semuanya, tapi semua yang kami lihat memberi tahu kami bahwa mereka tidak melakukan operasi darat besar-besaran di pusat-pusat populasi di pusat Rafah," ujarnya.

AS adalah pendukung setia Israel sejak negara itu didirikan pada tahun 1948.

AS juga memberikan bantuan militer secara rutin ke Israel, termasuk senjata dan bom yang digunakan Israel dalam agresinya di Jalur Gaza.

Jumlah Korban

Israel masih melancarkan agresinya di Jalur Gaza, jumlah kematian warga Palestina meningkat menjadi lebih dari 36.096 jiwa dan 81.136 lainnya terluka sejak Sabtu (7/10/2023) hingga Rabu (29/5/2024), dan 1.147 kematian di wilayah Israel, seperti dilaporkan Anadolu.

Sebelumnya, Israel mulai membombardir Jalur Gaza setelah gerakan perlawanan Palestina, Hamas, meluncurkan Operasi Banjir Al-Aqsa untuk melawan pendudukan Israel dan kekerasan di Al-Aqsa pada Sabtu (7/10/2023).

Israel memperkirakan, kurang lebih ada 136 sandera yang masih ditahan Hamas di Jalur Gaza, setelah pertukaran 105 sandera dengan 240 tahanan Palestina pada akhir November 2023.

(Tribunnews.com/Yunita Rahmayanti)

Berita lain terkait Konflik Palestina vs Israel

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini