TRIBUNNEWS.COM - Israel membuat hampir tidak mungkin bagi lembaga bantuan untuk menjangkau warga sipil yang terjebak dan kelaparan di Gaza.
Kini, aksi Israel tersebut meningkatkan risiko kelaparan di wilayah yang terkepung.
Hal itu sebagaimana disampaikan kelompok bantuan Oxfam dalam sebuah pernyataan.
Oxfam menyebut, kelompok-kelompok bantuan berjuang untuk mengumpulkan bantuan yang dikirim melalui Karem Abu Salem, satu-satunya penyeberangan yang masih terbuka.
Mengingat, penundaan yang lama dalam persetujuan Israel dan kondisi yang sangat berbahaya di sisi penyeberangan Gaza.
“Ketika kelaparan merenggut lebih banyak nyawa, tak seorang pun akan mampu menyangkal dampak mengerikan dari upaya Israel menghalangi bantuan secara sengaja, ilegal, dan kejam,” ujar Direktur Oxfam untuk Timur Tengah dan Afrika Utara, Sally Abi Khalil, Selasa (4/6/2024), dikutip dari Al Jazeera.
“Pada saat kelaparan diumumkan, semuanya sudah terlambat,” jelasnya.
3.500 Anak Palestina Berisiko Meninggal
Lebih dari 3.500 anak-anak Palestina berisiko mati kelaparan akibat kebijakan kelaparan Israel di Jalur Gaza.
Kantor media di daerah kantong yang terkepung itu telah memperingatkan pada Senin (3/6/2024).
“Lebih dari 3.500 anak di bawah usia lima tahun berisiko meninggal di Gaza karena kebijakan Israel yang membuat anak-anak kelaparan," lapor kantor media Gaza, sebagaimana diberitakan Anadolu Agency.
Baca juga: Houthi Targetkan Situs Militer di Kota Pelabuhan Israel, Gunakan Rudal Balistik, Klaim Capai Tujuan
Laporan tersebut menunjukkan kekurangan susu dan makanan yang parah, kurangnya suplemen nutrisi, dan penolakan vaksinasi.
"Bantuan kemanusiaan telah diblokir selama empat minggu berturut-turut, di tengah keheningan internasional yang memekakkan telinga,” tambahnya.
Sejauh ini, kekurangan gizi dan dehidrasi telah merenggut nyawa 37 orang di Jalur Gaza karena pembatasan ketat terhadap bantuan kemanusiaan yang memasuki wilayah kantong yang terkepung tersebut.
Israel telah menutup penyeberangan Rafah selama 28 hari berturut-turut.