DPR AS Loloskan RUU, Beri Sanksi kepada Pejabat, Hakim ICC, Disanksi Ekonomi dan Pembatasan Visa
TRIBUNNEWS.COM- DPR AS meloloskan RUU untuk memberi sanksi kepada Pengadilan Kriminal Internasional (ICC).
RUU tersebut menargetkan para pejabat dan hakim ICC, beserta keluarga mereka, dengan sanksi ekonomi dan pembatasan visa.
Dewan Perwakilan Rakyat AS pada tanggal 4 Juni mengesahkan rancangan undang-undang yang dipimpin Partai Republik untuk menjatuhkan sanksi terhadap Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) atas keputusannya untuk meminta surat perintah penangkapan bagi para pemimpin Israel.
RUU tersebut disahkan dengan 247 berbanding 155 suara.
Sebanyak 205 anggota Partai Republik yang memberikan suara mendukung RUU tersebut, bersama dengan 42 anggota parlemen dari Partai Demokrat.
Resolusi ini menyerukan sanksi ekonomi yang luas dan pembatasan visa terhadap pejabat ICC, hakim, dan anggota keluarga mereka.
Menurut teks legislatif, RUU tersebut akan memberikan sanksi kepada siapa pun yang “terlibat dalam upaya apa pun untuk menyelidiki, menangkap, menahan, atau mengadili orang yang dilindungi Amerika Serikat dan sekutunya.”
Rancangan undang-undang tersebut diperkirakan akan menghadapi lebih banyak perlawanan di Senat yang didominasi Partai Demokrat, dan harus disahkan sebelum disahkan menjadi undang-undang oleh presiden.
Gedung Putih mengeluarkan pernyataan pada tanggal 4 Juni yang mengutuk RUU tersebut.
“Pemerintah sangat prihatin dengan kecerobohan Jaksa ICC dalam mengajukan surat perintah penangkapan bagi pejabat senior Israel,” katanya.
“Pada saat yang sama, Pemerintah menentang penerapan sanksi terhadap ICC, personelnya, hakimnya, atau mereka yang membantu pekerjaannya. Ada cara-cara yang lebih efektif untuk membela Israel, mempertahankan posisi AS di ICC, dan mendorong keadilan dan akuntabilitas internasional, dan Pemerintah siap bekerja sama dengan Kongres mengenai opsi-opsi tersebut,” tambah Gedung Putih.
Pengesahan RUU tersebut terjadi pada hari yang sama ketika Presiden AS Joe Biden dikutip dalam sebuah wawancara dengan majalah Time bahwa Washington tidak mengakui ICC.
Bulan lalu, ICC mengumumkan keputusan untuk meminta surat perintah penangkapan terhadap Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan Menteri Pertahanannya Yoav Gallant – serta pemimpin Hamas Mohammad Deif, Yahya Sinwar, dan Ismail Haniyeh – atas kejahatan perang.