TRIBUNNEWS.COM - Presiden Taiwan Lai Ching-te telah memperingatkan kepada para perwira militer di masa depan tentang ancaman China yang tidak akan pernah berhenti untuk menjalankan ambisinya, mengambil kendali atas pulau Taiwan yang saat ini sudah berpemerintahan sendiri sebagai negara berdaulat.
Berbicara di akademi militer terkemuka Taiwan pada hari Minggu di Kaohsiung, Lai mengingatkan, para kadet Taiwan harus memahami ancaman yang mereka hadapi dari pasukan Tiongkok daratan. Taiwan diakui sebagai negara berdaulat hanya oleh 12 dari 193 negara di dunia.
Para pejabat di Beijing telah berjanji untuk menyatukan kembali pulau itu dengan Tiongkok daratan, jika perlu dengan kekerasan.
“Tantangan terbesarnya adalah menghadapi kebangkitan Tiongkok yang kuat, (yang) menghancurkan status quo di Selat Taiwan dan menganggap aneksasi Taiwan serta penghapusan Republik Tiongkok (Taiwan) sebagai upaya besar untuk menyegarkan kembali rakyatnya,” kata Lai dikutip Russia Today, Minggu, 17 Juni 2024 .
Beijing mengecam Lai sebagai “separatis berbahaya.
”Setelah pelantikannya sebagai presiden bulan lalu, Beijing meluncurkan latihan militer di sekitar Taiwan yang dianggap sebagai hukuman bagi pulau tersebut karena “tindakan separatis.”
Militer Taiwan mengerahkan jet tempur dan menempatkan angkatan laut dan daratnya dalam siaga tinggi sebagai tanggapan.
Taiwan Instruksikan militernya di Posisi Siaga Tinggi
Lai berpendapat dalam pidatonya pada hari Minggu bahwa hanya rakyat Taiwan yang dapat menentukan masa depan pulau tersebut.
“Kita benar-benar harus bisa membedakan antara diri kita sendiri dan musuh kita serta antara kawan dan lawan," ujarnya.
Dia menambahkan bahwa pasukan Taiwan tidak boleh menerima sikap mengalah bahwa “pertempuran pertama adalah pertempuran terakhir,” merujuk pada anggapan bahwa Taipei akan segera runtuh jika terjadi serangan.
Beijing semakin memprotes kontak Washington dengan Taipei dan bantuan militer AS ke pulau tersebut, dengan alasan bahwa praktik tersebut melanggar prinsip ‘Satu-Tiongkok’.
“Tiongkok tetap berkomitmen pada reunifikasi secara damai; namun, prospek ini semakin terkikis oleh kelompok separatis kemerdekaan Taiwan dan pasukan asing,” sebut Menteri Pertahanan China, Dong Jun, Mei lalu.
Pasukan nasionalis melarikan diri ke Taiwan pada tahun 1949, setelah kalah dalam perang saudara melawan kelompok revolusioner Komunis pimpinan Mao Zedong.
Perserikatan Bangsa-Bangsa secara resmi mengakui pemerintah Beijing sebagai otoritas berkuasa yang sah di Tiongkok pada tahun 1971, dan AS menjalin hubungan diplomatik dengan Tiongkok daratan pada tahun 1979.
Perjanjian terakhir ini menyusul pengakuan Washington terhadap prinsip “Satu Tiongkok” dan penghentian pengakuan kedaulatan Taiwan.