RUU ini memberikan pasangan LGBTQ+ hak hukum dan pengakuan yang sama dengan pasangan heteroseksual, termasuk hak terkait warisan, adopsi, dan pengambilan keputusan dalam layanan kesehatan.
“Di luar implikasi hukumnya, pengesahan RUU ini akan mengirimkan pesan kuat mengenai penerimaan dan inklusi,” kata Panyaphon.
Warga Bangkok, Pokpong Jitjaiyai dan Watit Benjamonkolchai mengatakan mereka berencana menikah segera setelah undang-undang tersebut disahkan.
Meningkatnya konservatisme agama dan undang-undang era kolonial telah mempersulit komunitas LGBTQ+ di sebagian besar Asia Tenggara.
Hubungan sesama jenis dikriminalisasi di beberapa negara, termasuk Myanmar dan Brunei.
Di Malaysia, homoseksualitas adalah kejahatan yang dapat dihukum dengan denda dan hukuman penjara hingga 20 tahun.
Negara mayoritas Muslim yang mengalami peningkatan sikap konservatif dalam beberapa tahun terakhir.
Kelompok hak asasi manusia mengatakan komunitas LGBTQ+ menghadapi peningkatan intoleransi di Malaysia dan menuduh pemerintah setidaknya ikut disalahkan.
Jepang adalah satu-satunya negara Kelompok Tujuh (G7) yang belum mengakui persatuan sipil sesama jenis atau pernikahan sesama jenis.
(Tribunnews.com, Andari Wulan Nugrahani)