TRIBUNNEWS.COM - Iran akan menggelar pemilihan presiden putaran kedua pada Jumat (5/7/2024) mendatang.
Putaran pertama yang digelar pada 28 Juni 2024, tidak menghasilkan pemenang karena keempat kandidat tidak ada yang meraih suara yang dibutuhkan, yaitu 50 persen plus satu.
Dilansir PressTV, Mohsen Eslami, juru bicara kantor pusat pemilu Iran, mengumumkan hasil akhir pada konferensi pers setelah pengumuman penghitungan suara akhir.
Eslami mengatakan dari 24,5 juta suara yang diberikan, mantan menteri kesehatan dan anggota parlemen senior Masoud Pezeshkian mendapat 10,4 juta suara.
Sementara itu mantan pemimpin perundingan nuklir dan kepala badan keamanan tertinggi Saeed Jalili menerima 9,4 juta suara.
Dua kandidat lainnya, yakni Ketua Parlemen Mohammad Baqer Qalibaf dan mantan Menteri Dalam Negeri Mostafa Pourmohammadi, masing-masing tertinggal dengan jumlah 3,3 juta dan 206.000 suara.
Menteri Dalam Negeri Iran Ahmad Vahidi mengatakan pemerintah siap mengadakan pemilu putaran kedua.
Vahidi juga memuji rakyat Iran dan otoritas pemilu karena menyelenggarakan pemilu tanpa insiden apa pun.
“Sekali lagi, dalam beberapa bulan terakhir, kita bisa meraih kesuksesan bersama. Pemilu diselenggarakan dengan penuh keselamatan dan kesehatan, persaingan yang serius dan partisipasi masyarakat yang berharga di TPS,” katanya kepada wartawan setelah penghitungan suara terakhir.
"Saya harap... kita akan melihat pemilu yang meriah di seluruh negeri pada hari Jumat," tambahnya.
Kedua kandidat diizinkan memulai kampanye pemilu mereka dari Minggu hingga Rabu, tambah Vahidi.
Baca juga: Menlu Israel, Israel Katz Mengatakan Iran Pantas Dihancurkan karena Berjanji Membela Lebanon
Kampanye harus dihentikan 24 jam sebelum pemungutan suara.
Sebagai informasi, pemilihan presiden ini diadakan setelah Presiden Ebrahim Raisi meninggal dalam kecelakaan helikopter bersama tujuh orang lainnya pada 19 Mei lalu,
Lebih dari 61 juta warga Iran berhak memilih pada pemilu hari Jumat, sebagian besar dari mereka adalah pemilih pemula.
Siapa Masoud Pezeshkian?
Mengutip Al Jazeera, Masoud Pezeshkian merupakan satu-satunya kandidat yang tidak tergabung dalam faksi konservatif atau garis keras dan telah menjadi anggota parlemen sejak 2008.
Sebagai anggota parlemen lima kali yang mewakili Kota Tabriz, Pezeshkian pernah menjabat sebagai wakil ketua parlemen dari tahun 2016 hingga 2020.
Pezeshkian adalah seorang ahli bedah jantung, ia juga telah lama menjadi anggota komisi kesehatan parlemen Iran.
Ia pernah menjadi menteri kesehatan pada awal tahun 2000an di bawah kepemimpinan mantan Presiden Mohammad Khatami.
Pria 69 tahun ini pernah mencalonkan diri sebagai presiden pada tahun 2021 tetapi kemudian didiskualifikasi oleh Dewan Wali.
Siapa Saeed Jalili?
Jalili merupakan perwakilan langsung pemimpin tertinggi di Dewan Keamanan Nasional Tertinggi (SNSC).
Ia diangkat oleh Khamenei sebagai sekretaris dewan pada tahun 2007.
Jabatan itu dipegangnya hingga tahun 2013, di mana ia menangani urusan nuklir Iran.
Jalili digantikan sebagai kepala keamanan setelah periode ketegangan yang meningkat mengenai program nuklir Iran yang menyebabkan sanksi internasional terhadap negara tersebut.
Pria berusia 58 tahun itu gagal mencalonkan diri sebagai presiden melawan Hassan Rouhani pada tahun 2013.
Pada tahun 2021 ia menarik diri dari tujuh kandidat yang mendukung Raisi.
Baca juga: Israel Sesumbar Bisa Hancurkan Hizbullah dalam Beberapa Hari, Iran Langsung Gerak Cepat
Sekutu lamanya, Ali Bagheri Kani, yang telah menjadi kepala perunding nuklir Iran sejak tahun 2021, kini menjabat sebagai menteri luar negeri.
Jalili masih berada di SNSC, menjalankan apa yang dia sendiri dengan bangga sebut sebagai “pemerintahan bayangan”.
(Tribunnews.com, Tiara Shelavie)