TRIBUNNEWS.COM - Kelompok militan Palestina Hamas melunakkan persyaratannya soal proposal gencatan senjata demi menghentikan perang Gaza yang sudah berlangsung selama sembilan bulan.
Dilansir The National, Hamas menyampaikan ide-ide baru kepada mediator di Mesir dan Qatar, kata sumber pada hari Kamis (4/7/2024).
Sumber tersebut mengatakan kepada The National, bahwa permintaan baru Hamas yakni tidak lagi menuntut komitmen Israel secara tertulis terhadap gencatan senjata permanen pada akhir fase awal rencana 45 hari.
Kini, kata sumber tersebut, Hamas akan menerima jaminan internasional bahwa perundingan mengenai gencatan senjata permanen (atau "ketenangan berkelanjutan") akan dimulai pada awal tahap pertama dan selesai sebelum fase berakhir.
Hamas juga telah menyatakan kesediaannya untuk menerima penarikan bertahap tentara Israel dari Gaza.
Hamas membatalkan tuntutan sebelumnya bahwa penarikan penuh pasukan harus diselesaikan pada akhir tahap pertama, menurut sumber tersebut.
Sumber mengatakan Hamas ingin semua orang dalam daftar tahanan Palestina di Israel yang ingin ditukar dengan sandera, diperbolehkan untuk berjalan bebas, tidak dihalang-halangi untuk kembali ke rumah mereka.
Namun, kata sumber tersebut, Hamas kini terbuka untuk pembebasan mereka atas tiga tahap rencana tersebut.
Pembebasan sandera akan bergantung pada kemajuan pembicaraan mengenai gencatan senjata permanen dan penarikan Israel dari Gaza, kata sumber tersebut.
Menurut Hamas, pemimpin politiknya, Ismail Haniyeh telah melakukan kontak mengenai gagasan yang sedang didiskusikan kelompok mereka dengan para mediator (Mesir dan Qatar) dengan tujuan mencapai kesepakatan.
Pembicaraan juga diadakan dengan para pemimpin Hamas di Turki.
Baca juga: 17.300 Hektar Lahan di Israel Utara Hangus Kena Rudal Hizbullah sejak Oktober 2023
Disebutkan, Hamas bersikap positif terhadap isi dari pembahasan yang berkelanjutan, namun tidak ada rincian lebih lanjut.
Pada hari Rabu (3/7/2024), Israel menerima tanggapan Hamas terhadap perubahan proposal gencatan senjata yang pertama kali diumumkan oleh Presiden AS Joe Biden pada tanggal 31 Mei lalu.
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu bersikeras bahwa dia tidak akan menyetujui gencatan senjata permanen di Gaza.