Laporan CNN menyebutkan ini serangkaian rencana Rusia yang menargetkan direktur perusahaan pertahanan di Eropa yang memasok senjata ke Ukraina.
TRIBUNNEWS.COM, JERMAN - Bloomberg pada Jumat (12/7/2024) menurunkan berita kegagalan Rusia membunuh CEO Rheinmetall AG, sebuah perusahaan senjata ternama di Jerman.
Informasi itu diperoleh dari mengutip sumber-sumber yang mengetahui bahwa badan keamanan Amerika Serikat (AS) dan Jerman telah menggagalkan rencana Rusia itu.
Menurut sumber anonim, pejabat intelijen AS mengetahui rencana tersebut dan memberi tahu badan keamanan Jerman yang kemudian menghentikan rencana tersebut.
Alhasil, CEO Rheinmetall Armin Papperger diberi perlindungan khusus.
CNN juga melaporkan bahwa awal tahun ini, intelijen AS menemukan bahwa Rusia berencana membunuh CEO sebuah perusahaan manufaktur senjata besar Jerman yang memproduksi peluru artileri dan kendaraan militer untuk Ukraina.
Menurut Bloomberg, plot yang menyasar tokoh terkemuka tersebut menandai peningkatan besar dari apa yang disebut AS dan sekutunya sebagai kampanye peningkatan “perang hibrida” yang dilakukan Rusia.
Sumber-sumber ini mengatakan rencana tersebut adalah salah satu dari serangkaian rencana Rusia untuk membunuh para eksekutif industri pertahanan di seluruh Eropa yang mendukung Ukraina.
Diantara mereka, upaya yang ditujukan kepada pimpinan Rheinmetall "adalah yang terbesar".
Menurut CNN, Papperger menjadi sasaran karena perusahaannya, Rheinmetall, adalah produsen peluru artileri 155mm terbesar dan tersukses di Jerman.
Ini juga menjadi senjata penentu dalam perang.
Baca juga: Tanggapi Insiden Joe Biden Keseleo Lidah, Rusia: Biarlah Rakyat AS yang Menentukan saat Pemilu
Rencana Buka Pabrik di Ukraina
Dalam beberapa minggu mendatang, perusahaan tersebut akan membuka pabrik kendaraan lapis baja di Ukraina, sebuah upaya yang menurut salah satu sumber sangat mengkhawatirkan Rusia.
Juru bicara Rheinmetall Oliver Hoffmann menolak berkomentar.
Dalam wawancara dengan Frankfurter Allgemeine Zeitung, CEO Papperger menekankan peran perusahaannya yang semakin penting dalam keamanan Jerman.
Pembuat senjata terbesar di Jerman itu juga akan melatih warga Ukraina untuk merawat tank dan kendaraan lapis baja lainnya yang dibuat di pabrik tersebut.
"Lokasi pembangunan pabrik akan berlokasi di bagian barat negara (Ukraina) itu," kata CEO Armin Papperger kepada CNN dalam wawancara eksklusif pada hari Kamis.
“[Rakyat Ukraina] harus membantu diri mereka sendiri jika mereka harus selalu menunggu [warga] Eropa atau Amerika [untuk] membantu mereka selama 10 atau 20 tahun ke depan, itu tidak mungkin,” katanya.
Perusahaan itu mengatakan kepada surat kabar Rheinische Post awal tahun ini bahwa mereka berharap untuk membuka pabrik tank tempur senilai €200 juta ($218 juta) di tanah Ukraina yang mampu memproduksi sekitar 400 tank setahun.
Rheinmetall (RNMBF) akan mengoperasikan pabrik tersebut melalui kemitraan dengan Ukroboronprom, sebuah grup pertahanan milik negara Ukraina, yang juga akan memiliki fasilitas tersebut.
Pada bulan Mei, kedua perusahaan mengumumkan kesepakatan untuk meningkatkan “kapasitas teknologi pertahanan” Ukraina.
Tanggapan AS
Pejabat AS menolak berkomentar secara rinci mengenai rencana ini.
Namun, para pejabat intelijen Eropa telah memperingatkan bahwa badan-badan intelijen Rusia telah mengadopsi taktik yang lebih agresif.
Badan kontra-intelijen Jerman mengatakan pihaknya telah menggagalkan upaya sabotase untuk memberikan dukungan militer ke Ukraina.
Menteri Luar Negeri Jerman Annalena Baerbock mengatakan kepada wartawan di sela-sela pertemuan puncak NATO di Washington DC bahwa Rusia sedang memimpin perang hibrida.
“Ini sekali lagi menekankan bahwa kita, masyarakat Eropa, perlu melindungi diri kita sendiri dengan lebih baik,” tambah Baerbock.
Rheinmetall adalah salah satu produsen senjata terbesar di Jerman dan pemasok utama angkatan bersenjata di Eropa.
“Ancaman Rusia terutama ditujukan untuk melemahkan dukungan Jerman dan mitra kami terhadap Ukraina,” kata juru bicara Kementerian Dalam Negeri Maximilian Kall.
Juru bicara Dewan Keamanan Nasional AS Adrienne Watson menolak mengomentari laporan ini namun mengatakan AS dan sekutunya secara aktif bekerja sama untuk mengungkap dan mencegah kegiatan tersebut.
Watson juga menegaskan bahwa tindakan Rusia tidak akan menghalangi sekutunya untuk terus mendukung Ukraina.