Tindakan dari negara Israel tidak dapat langsung disimpulkan kepada IFA, tetapi diskriminasi rasial sistematis dan serius yang dilakukan oleh negara Israel meresap ke setiap aspek kehidupan publik bagi Palestina, termasuk kehidupan olahraga mereka.
Selain memperbolehkan tim-timnya bermain pertandingan di wilayah Palestina yang diduduki Israel, IFA juga telah membiarkan praktik diskriminatif yang sangat mendalam berlangsung tanpa penindakan di dalam liga nasionalnya
Kasus paling jelas terlihat dalam masalah yang mendera klub sepakbola Beitar Jerusalem.
Klub ini memiliki kebijakan de facto untuk mengecualikan orang Arab dan Palestina, dan para pendukungnya menyebut diri mereka sendiri sebagai "tim paling rasialis di negara ini" serta secara terbuka menghasut kekerasan.
Berdasarkan pasal 14(1)(i) dari Statuta FIFA, asosiasi anggota diwajibkan untuk independen dan menghindari segala bentuk campur tangan politik dan pasal 15(c) mewajibkan mereka untuk menyertakan ketentuan dalam statuta mereka yang mengharuskan mereka "independen dan menghindari segala bentuk campur tangan politik".
Namun hal ini dilanggar oleh IFA yang dinilai telah bersekongkol dengan pemerintah Israel untuk mencegah PFA menjalankan haknya sebagai asosiasi anggota FIFA
Bahkan seorang tokoh senior dalam pemerintahan Israel secara terbuka telah mengancam nyawa kepala PFA bila mereka nekat aktif menjalankan organisasinya.
Salah satu tujuan utama statuta FIFA adalah pengembangan permainan sepakbola yang diuraikan dalam Pasal 2(1) dari Statuta FIFA: "untuk terus-menerus meningkatkan permainan sepakbola dan mempromosikannya secara global dalam cahaya nilai-nilai penyatuan, pendidikan, budaya, dan kemanusiaan, khususnya melalui program-program pemuda dan pengembangan."
Menurut data terbaru yang diterbitkan oleh Asosiasi Sepakbola Palestina, 231 pemain sepakbola terdaftar mereka telah tewas sejak Oktober 2023, di antaranya 65 adalah anak-anak dan 165 di antaranya diklasifikasikan sebagai pemain muda.
(Tribunnews.com/Bobby)