News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Konflik Palestina Vs Israel

Rusia Tuding AS Berada di Balik Perang Gaza & Kekerasan di Timteng: Eksperimen Geopolitik Baru

Penulis: Febri Prasetyo
Editor: Tiara Shelavie
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Laki-laki Palestina, seorang wanita, dan anak-anak berjalan melewati puing-puing, melewati bangunan-bangunan yang hancur setelah militer Israel mundur setelah serangan dua minggu dari lingkungan Shujaiya, sebelah timur Kota Gaza pada 11 Juli 2024, di tengah konflik yang sedang berlangsung antara Israel dan Palestina.

TRIBUNNEWS.COM - Rusia mengklaim perang antara Israel dan Hamas di Gaza saat ini disebabkan oleh kebijakan Amerika Serikat (AS) di Timur Tengah.

Dalam sidang Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) hari Rabu, (17/7/2024), Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov menyebut AS dan sekutunya menjalankan "eksperimen geopolitik baru".

Eksperimen itu hanya memperparah situasi di Timur Tengah yang sudah menderita karena kekuasaan kolonial Barat.

Menurut Lavrov, AS terus mengirimkan amunisi kepada Israel yang telah menggempur Gaza selama 10 bulan.

Dia mengatakan perang di tanah Palestina itu telah merenggut 40.000 nyawa Palestina dan melukai 90.000 lainnya.

Bahkan, dia menyebut jumlah korban tewas di Gaza selama 10 bulan lebih banyak daripada jumlah korban dalam krisis Ukraina selama 10 tahun sejak tahun 2014.

Di samping itu, perang di Gaza juga menewaskan hampir 300 staf PBB dan anggota organisasi HAM. Kata dia, jumlah itu adalah yang terbanyak dalam sejarah.

"Jika AS berhenti membantu Israel, banjir darah itu akan berakhir," katanya, dikutip dari Russia Today.

"Tetapi AS tidak ingin atau tidak bisa melakukannya."

Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov menyampaikan konferensi pers tahunan akhir tahunnya di markas besar Kementerian Luar Negeri Rusia di Moskow pada 18 Januari 2024. (Alexander NEMENOV / AFP)

Pejabat Rusia tersebut mengatakan situasi seperti itu menunjukkan bahwa AS lebih mementingkan urusan pilpres daripada menyelamatkan nyawa banyak orang.

Lavrov berujar AS meredam semua imbauan gencatan sejata di Gaza di level PBB. AS juga meminta DK PBB untuk berhenti mengurusi persoalan Gaza.

Baca juga: Pelanggaran Israel di Gaza Disorot saat Menlu Rusia Pimpin Pertemuan Dewan Keamanan PBB

Di sisi lain, Rusia mendukung gencatan senjata yang akan memungkinkan pembebasan 120 warga Israel yang disandera dan 9.500 warga Palestina yang ditahan sejak 7 Oktober 2023.

Rusia turut mendukung adanya akses bantuan kemanusiaan bagi setiap orang yang membutuhkan.

Negara yang dipimpin Vladimir Putin itu meyakini hal-hal di atas beserta penghentian perluasan pemukiman ilegal Israel di Tepi Barat akan menjadi syarat yang diperlukan untuk melanjutkan pembicaraan perdamaian antara Israel-Palestina.

Lavrov menyebut Rusia juga sadar akan "kontak di balik layar" yang bertujuan untuk menentukan masa depan Gaza dan negara Palestina tanpa partisipasi rakyat dan pihak berwenang di Palestina.

"Kawasan Timur Tengah kini menghadapi risiko keamanan dan kesejahteraan rakyatnya, yang belum pernah terjadi sebelumnya karena konflik di Gaza," kata Lavrov.

Menurut Lavrov, konflik itu berisiko menyebar ke luar Israel dan Palestina.

Rusia mengkritik DK PBB

Dalam kesempatan yang sama Lavrov turut mengkritik DK PBB. Dia menyebut resolusi DK PBB gagal menghentikan banjir darah di Gaza.

"Empat resolusi telah disahkan. Namun, banjir darah yang masih terjadi di wilayah Palestina yang diduduki itu hanya menegaskan bahwa semua keputusan ini hanyalah hitam di atas putih," ujar Lavrov.

Dia mengatakan pembicaraan yang "tegas dan jujur" diperlukan guna menghentikan banjir darah dan penderitaan warga sipil.

"Operasi militer berskala besar yang dilakukan Israel bersama dengan sekutunya, Amerika, memunculkan statistik mengerikan dalam hal jumlah korban jiwa dan penghancuran selama 300 hari dalam 10 bulan," katanya dikutip dari Anadolu Agency.

Lavrov mengutip pernyataan Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres pada tahun 2009 ketika dia masih menjadi Komisioner Tinggi untuk Urusan Pengungsi.

Saat itu Guterres mengatakan konflik Gaza menjadi "satu-satunya konflik di dunia yang orang-orang bahkan tidak diizinkan untuk pergi menyelamatkan diri".

"Tidak ada yang berubah sejak saat itu, situasi hanya memburuk."

Baca juga: Ledakan Terdengar di Irbid dekat Perbatasan dengan Israel, Tentara Arab Yordania Nyatakan Hal Ini

Adapun saat ini menurut Kementerian Kesehatan Gaza sudah ada hampir 38.000 warga yang tewas. Sebagian besar dari mereka adalah wanita dan anak.

(Tribunnews/Febri)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini