Energi terbarukan berkembang pesat di negara-negara dengan emisi tinggi, tetapi terlalu banyak negara yang memperpanjang penggunaan bahan bakar fosil, khususnya gas, menurut Indeks Kinerja Iklim terbaru, yang memberi peringkat langkah-langkah perlindungan iklim oleh negara-negara di dunia.
"Dunia sedang berada di titik balik. Puncak emisi global sudah di depan mata," kata Niklas Höhne dari lembaga pemikir kebijakan iklim Jerman, NewClimate Institute, dan salah satu penulis laporan tersebut. Namun, negara-negara perlu bertindak cepat untuk memangkas emisi secara drastis dan "mencegah konsekuensi berbahaya lebih lanjut dari perubahan iklim," tambahnya.
CCPI, yang diterbitkan setiap tahun, mengevaluasi 63 negara ditambah Uni Eropa yang bertanggung jawab atas 90% emisi gas rumah kaca global.
Dari negara-negara yang dianalisis, 61 negara telah berhasil meningkatkan pangsa sumber energi hijau, seperti angin dan matahari, dalam campuran energi nasional selama lima tahun terakhir.
"Energi terbarukan berada di jalur cepat, terutama di sektor kelistrikan," kata penulis utama Jan Burck dari LSM lingkungan Germanwatch, pada peluncuran CCPI selama KTT iklim PBB di Azerbaijan. "Selain itu, ada peningkatan elektrifikasi di sektor mobilitas, perumahan, dan industri. Tren menuju elektrifikasi terus berlanjut."
Namun, emisi per kapita di 42 negara penghasil emisi terbesar saat ini tidak sejalan dengan tujuan Paris untuk membatasi kenaikan suhu rata-rata global hingga 1,5 derajat Celsius.
CCPI, kata Höhne, menunjukkan "seberapa besar perlawanan dari lobi bahan bakar fosil."
Dalam pemilihan presiden AS, ini adalah "faktor penentu dalam membawa Donald Trump kembali ke Gedung Putih," kata Höhne. AS telah mengalami lonjakan gas serpih selama beberapa tahun terakhir dan Trump telah berjanji untuk lebih memperluas produksi bahan bakar fosil domestik dan mengurangi pengeluaran untuk energi bersih.
Negara-negara yang mendapat peringkat terburuk dalam CCPI adalah Iran, Arab Saudi, Uni Emirat Arab, dan Rusia. Mereka juga termasuk di antara produsen minyak dan gas terbesar di dunia. Analisis tersebut menemukan bahwa pangsa energi terbarukan dalam campuran energi masing-masing negara berada di bawah 3%, dan "tidak ada tanda-tanda akan surutnya bisnis bahan bakar fosil."
Maroko, India, Filipina mendapat peringkat tinggi dalam perlindungan iklim
CCPI, yang disusun oleh para ahli dari Germanwatch, NewClimate Institute, dan kelompok lingkungan internasional Climate Action Network, memberi peringkat kemajuan negara-negara dalam memangkas emisi karbondioksida serta memperluas energi terbarukan dan meningkatkan kebijakan iklim.
Tiga posisi teratas dalam peringkat tersebut dibiarkan kosong, karena tidak ada negara yang disurvei yang melakukan hal signifikan untuk "mencegah perubahan iklim yang berbahaya" dan berhak mendapart peringkat "sangat tinggi".
Denmark sekali lagi menduduki posisi nomor 4, diikuti oleh Belanda dan Inggris, salah satu negara dengan peningkatan peringkat terbesar tahun ini.
Inggris naik 14 peringkat dari tahun 2023 karena penutupan pembangkit listrik tenaga batu bara terakhir di negara itu baru-baru ini. Pemerintah Buruh yang baru juga berjanji untuk tidak mengeluarkan lisensi baru untuk proyek bahan bakar fosil, menjadikan negara itu sebagai pelopor di antara negara-negara industri G7.
CCPI juga memberi Norwegia, Swedia, Luksemburg, Estonia, dan Portugal peringkat "tinggi", bersama dengan Filipina, Maroko, Cile, dan negara terpadat di dunia, India.