TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah Pakistan mengeluarkan fatwa haram terhadap Virtual Private Network (VPN), istilah untuk layanan yang memungkinkan pengguna terhubung ke internet secara terenkripsi dan pribadi.
Fatwa tersebut dikeluarkan Dewan Ideologi Islam (CII) Pakistan.
Mengutip laporan Directus.gr, Selasa (26/11/2024), penerapan fatwa terbaru ini memicu perdebatan sengit tentang hak-hak digital dan meningkatnya kekuasaan pemerintah Pakistan dalam mengendalikan aktivitas daring warganya.
Fatwa ini mengancam otonomi digital warga negara, dan menciptakan tantangan baru bagi pengguna internet di Pakistan. Kemudian, meningkatkan kekhawatiran akan tindakan keras yang lebih luas terhadap kebebasan digital.
VPN merupakan alat yang memungkinkan pengguna untuk terhubung dengan aman ke internet dengan menutupi alamat IP asli mereka, sehingga tampak seolah-olah mereka sedang menjelajah dari lokasi yang berbeda.
Ini membantu memastikan privasi dan keamanan daring dengan mengenkripsi lalu lintas internet pengguna.
VPN sangat berguna di negara-negara yang menerapkan penyensoran daring secara luas, karena VPN memungkinkan pengguna untuk melewati batasan dan mengakses situs web dan layanan yang mungkin diblokir oleh pemerintah atau penyedia layanan.
Di Pakistan, VPN telah menjadi alat penting untuk menghindari batasan yang diberlakukan pemerintah pada konten internet.
Baik itu mengakses platform media sosial, situs web berita, atau layanan streaming asing, banyak warga Pakistan mengandalkan VPN untuk menjelajahi internet dengan bebas.
Namun, pemerintah Pakistan semakin gencar melarang penggunaan VPN dalam beberapa tahun terakhir, dengan alasan bahwa VPN penting untuk melindungi keamanan nasional, mencegah kejahatan dunia maya, dan menjaga ketertiban masyarakat.
Fatwa CII terhadap VPN
Dewan Ideologi Islam, atau CII, yang memberi nasihat kepada pemerintah Pakistan tentang kesesuaian hukum dengan prinsip-prinsip Islam, baru-baru ini mengeluarkan fatwa yang menyatakan penggunaan VPN haram dalam Islam.
Menurut dewan tersebut, VPN digunakan untuk menghindari peraturan pemerintah dan mengakses konten yang dianggap tidak bermoral atau melanggar ajaran Islam, seperti pornografi, situs web perjudian, dan situs lain yang mempromosikan konten "tidak Islami.”
Fatwa tersebut juga menyatakan bahwa penggunaan VPN melemahkan otoritas negara dan penegakan hukum, karena memfasilitasi kegiatan ilegal seperti kejahatan dunia maya, penipuan, dan terorisme dengan memungkinkan pengguna menyembunyikan identitas mereka secara daring.
Meskipun fatwa tersebut bersifat nasihat dan tidak memiliki kekuatan hukum, penerbitannya menandakan perubahan dalam sikap pemerintah terhadap kebebasan digital. Posisi dewan tersebut sejalan dengan upaya pemerintah yang sedang berlangsung untuk memberlakukan kontrol yang lebih ketat atas internet, yang meningkatkan kekhawatiran akan pembatasan lebih lanjut terhadap akses warga negara terhadap platform daring.