TRIBUNNEWS.COM – Seorang pakar sejarah Timur Tengah menyebut Houthi telah memberi Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden kekalahan besar di penghujung kepemimpinannya.
Ibrahim Al-Marashi, nama pakar itu, mengklaim kebijakan luar negeri AS kembali menemui kegagalan.
Awalnya, dalam tulisannya di Al Jazeera, dia menyinggung serangan Houthi ke ibu kota Israel, Tel Aviv, pada hari Jumat (19/7/2024), dengan pesawat nirawak.
Serangan di Tel Aviv dibalas oleh Israel dengan serangan di Kota Hodeidah, Yaman, sehari berselang.
Al-Marashi yang menjadi associate professor atau lektor kepala di California State University San Marcos menyebut serangan Houthi itu adalah suatu kemenangan simbolis dan kemenangan teknologi.
Hal itu karena Houthi berhasil menembus wilayah Israel, menghindari sistem pertahanan udara Israel, dan menimbulkan kerusakan untuk pertama kalinya sejak perang di Jalur Gaza meletus.
Menurut Al-Marashi, keputusan Israel untuk melancarkan serangan balasan yang menargetkan infrastruktur sipil adalah tanda bahwa ketegangan di kawasan Laut Merah bisa memuncak hingga menjadi perang besar.
Kata dia, perkembangan situasi baru-baru ini menunjukkan kegagalan upaya pengeboman oleh AS dalam menghalangi Houthi menyerang kapal-kapal Israel.
Di samping itu, hal tersebut juga menunjukkan bahwa AS tak mampu mencegah perang regional. Padahal, upaya pencegahan itu adalah priorits dipomatik AS sejak tahun lalu.
Adapun sejak perang di Gaza berkobar, Houthi mulai menargetkan kapal-kapal terafiliasi Israel di Laut Merah.
Menurut Houthi, serangan di lautan itu adalah bentuk dukungan kepada Gaza yang diinvasi oleh Zionis.
Baca juga: Israel dan Houthi di Ambang Perang Besar, Ini Perbandingan Kekuatan Militer Israel dan Yaman
Pada tanggal 19 Oktober 2019 Houthi meluncurkan rudal dan pesawat nirawak ke arah wilayah Israell.
Rudal gagal mencapai targetnya karena ditangkis oleh sistem pertahahan udara Arrow milik Israel.
Setelah itu, Houthi memperluas serangannya dengan menargetkan kapal-kapal terafiliasi oleh Israel dan sekutunya hingga mengganggu jalur pelayaran di Laut Merah.