News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Bangladesh Rusuh

Kerusuhan di Bangladesh Tewaskan Ratusan Orang, Perdana Menteri Sheikh Hasina Salahkan Oposisi

Penulis: tribunsolo
Editor: Febri Prasetyo
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Demonstran antikuota bentrok dengan polisi di Dhaka pada 18 Juli 2024. Mahasiswa Bangladesh berjanji pada 18 Juli untuk melanjutkan protes nasional terhadap aturan perekrutan pegawai negeri, menolak tawaran perdamaian dari Perdana Menteri Sheikh Hasina yang menjanjikan keadilan bagi tujuh orang yang tewas dalam demonstrasi.

TRIBUNNEWS.COM - Perdana Menteri Bangladesh Sheikh Hasina menyalahkan oposisi atas kerusuhan yang melanda negara itu.

Ia mengatakan jam malam terpaksa diberlakukan demi keamanan publik.

“Saya tidak pernah menginginkannya. Kami akan mencabut jam malam ketika situasi menjadi lebih baik,” katanya pada hari Senin dalam sebuah pertemuan dengan para pemimpin bisnis di Ibu Kota Dhaka, dilansir BBC.

Komentarnya muncul sehari setelah pengadilan tinggi Bangladesh menghapus sebagian besar kuota pekerjaan dalam putusannya pada Minggu, menyusul bentrokan berhari-hari antara pengunjuk rasa dan pasukan keamanan.

Tercatat lebih dari 170 orang tewas dalam bentrokan tersebut, dan unjuk rasa telah meningkat menjadi seruan agar Hasina mundur.

Hasina menyalahkan Partai Nasionalis Bangladesh yang menjadi oposisi utama dan Jamaat-e-Islami, serta sayap-sayap mahasiswa mereka atas kekerasan yang terjadi.

Ia menambahkan pemerintah akan bekerja untuk menekan para militan dan menciptakan lingkungan yang lebih baik.

Hasina mendapatkan masa jabatan keempatnya sebagai perdana menteri pada bulan Januari dalam sebuah pemilihan umum yang kontroversial yang diboikot oleh partai-partai oposisi utama di negara ini.

“Politisasi yang berlebihan terhadap semangat perang pembebasan oleh Sheikh Hasina dan partainya, penolakan hak-hak dasar untuk memilih bagi warga negara dari tahun ke tahun, dan sifat diktator rezimnya telah membuat marah sebagian besar masyarakat,” kata Mubashar Hasan, seorang peneliti di Universitas Oslo yang mempelajari otoritarianisme di Asia.

“Sayangnya, dia tidak pernah menjadi perdana menteri untuk semua orang di negara ini. Sebaliknya, dia tetap menjadi pemimpin dari satu kelompok saja,” katanya kepada BBC Bangla.

Sebelum keputusan pengadilan pada hari Minggu, Bangladesh memberlakukan kebijakan kuota pegawai pemerintah. Sebanyak 30 persen dari kuota itu akan diisi oleh keturunan veteran yang berperang dalam perang kemerdekaan Bangladesh tahun 1971.

Baca juga: Protes Bangladesh: Setelah Pengadilan Pangkas Kuota, Lalu Apa?

Pengadilan memutuskan bahwa hanya 5% dari jabatan tersebut yang dapat diperuntukkan bagi kerabat para veteran.

Pemerintahan Hasina menghapus kebijakan pada tahun 2018 setelah adanya protes. Namun, pengadilan memerintahkan pihak berwenang untuk mengembalikan kuota tersebut pada bulan Juni.

Putusan tersebut memicu keresahan baru.

Protes yang sebagian besar dilakukan oleh mahasiswa ini dimulai sekitar dua minggu yang lalu.

Mereka mengatakan bahwa sistem ini secara tidak adil menguntungkan anak-anak dari kelompok propemerintah dan mereka meminta sistem ini diganti dengan rekrutmen berdasarkan prestasi.

Awalnya Hasina menepis kekhawatiran para pengunjuk rasa yang menurut para analis memperparah kerusuhan.

Pada tanggal 14 Juli, ia terus memberikan pembenaran atas sistem kuota dengan memperkuat perpecahan antara keturunan pasukan prokemerdekaan dan antikemerdekaan.

“Mengapa (para pengunjuk rasa) memiliki kebencian yang begitu besar terhadap para pejuang kemerdekaan? Jika cucu pejuang kemerdekaan tidak mendapatkan manfaat kuota, haruskah cucu Razakars mendapatkan manfaatnya?” katanya dalam sebuah konferensi pers.

Razakars, sebuah label yang merendahkan di Bangladesh, merujuk pada pasukan paramiliter yang terdiri dari warga Bangladesh yang bertempur di pihak Pakistan selama perang tahun 1971.

Kelompok ini juga dituduh melakukan kejahatan keji.

Komentar-komentar Hasina tersebut memicu lebih banyak lagi pengunjuk rasa dalam beberapa jam.

Baca juga: Situasi Bangladesh Masih Mencekam Jelang Pemangkasan Kuota PNS Veteran Perang

Ribuan mahasiswa turun ke jalan-jalan di Dhaka malam itu untuk memprotes komentar perdana menteri.

Selama beberapa hari berikutnya, lebih banyak lagi yang melakukan unjuk rasa di seluruh negeri.

Sekitar 500 orang juga telah ditangkap dalam dua minggu terakhir, yang membuat pihak berwenang memanggil militer dan memberlakukan jam malam nasional.

Beberapa pemimpin mahasiswa telah bersumpah untuk terus melakukan protes untuk menuntut keadilan bagi para pengunjuk rasa yang terbunuh dan ditahan dalam beberapa hari terakhir, pengunduran diri para menteri pemerintah dan permintaan maaf dari Hasina.

(mg/aliifa)

Penulis adalah peserta magang dari Universitas Sebelas Maret (UNS).

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini