Sehari setelah Operasi Penyerbuan Al-Aqsa pada 7 Oktober 2023, dan perang genosida rezim Zionis di Jalur Gaza, Hizbullah dalam tindakan terkoordinasi dengan kelompok perlawanan Palestina mulai menargetkan pangkalan militer dan instalasi intelijen Israel di utara Palestina yang diduduki.
Hizbullah telah menargetkan instalasi militer dan mata-mata rezim tersebut serta pangkalan dan barak dengan rudal dan drone-nya, tetapi Zionis menargetkan wilayah permukiman yang mengakibatkan terbunuhnya warga sipil.
Rezim Zionis baru-baru ini juga melakukan pembunuhan dan pembunuhan tertarget terhadap anggota Hizbullah di Lebanon.
Sekretaris Jenderal Hizbullah Sayyed Hassan Nasrallah dalam pidatonya pada Kamis (1/8/2024), bertepatan dengan tewasnya Ismail Haniyeh, pemimpin Hamas, dan Fuad Shukr, Komandan terkemuka Perlawanan Islam Lebanon, memperingatkan bahwa kaum Zionis tidak boleh berharap bahwa Poros Perlawanan akan tetap diam.
Menurutnya, pembunuhan tersebut akan membuatnya lebih bertekad melawan rezim tersebut.
Serangan balasan Hizbullah selama hampir 10 bulan terakhir telah menimbulkan kerusakan berat pada militer rezim tersebut, menewaskan sejumlah besar tentara dan memaksa pemukim Zionis meninggalkan wilayah pendudukan di seberang perbatasan Lebanon.
Rezim tersebut telah berupaya menutupi kerugiannya tetapi banyak analis dan mantan komandan senior Zionis telah mengakui ketidakberdayaan Israel dalam perang dengan Hizbullah dan mengatakan, mereka menganggap Hizbullah jauh lebih kuat dan lebih siap daripada gerakan Hamas dan bahwa Gaza telah menjadi rawa bagi Israel.
(Tribunnews.com, Andari Wulan Nugrahani)