TRIBUNNEWS.COM - Iran beserta anggota Poros Perlawanan yang terdiri atas Hizbullah, Houthi, Hamas, dan lainnya sudah mengirimkan sinyal bakal menyerang Israel dalam waktu dekat.
Serangan ke Israel itu akan menjadi aksi balasan atas kematian Kepala Biro Politik Hamas, Ismail Haniyeh dan panglima senior Hizbullah Fuad Shukr beberapa hari lalu.
Para pembesar Poros Perlawanan juga sudah berkumpul di Kota Teheran guna membahas serangan gabungan mereka yang terkoordinasi itu.
Media pemerintah Iran memperkirakan serangan Iran c.s. akan mirip dengan serangan Iran pada bulan April lalu, tetapi dalam skala yang lebih besar.
Iran dan proksi-proksinya kini mempertimbangkan cara agar serangan itu berdampak lebih besar bagi Israel.
Adapun pada serangan sebelumnya Iran dan sekutunya meluncurkan sekitar 170 pesawat nirawak, 30 rudal penjelajah, 120 rudal balistik ke negara Zionis.
Saat itu Iran secara spesifik menargetkan dua tempat di Israel: pangkalan angkatan udara di Israel selatan dan pusat intelijen di Dataran Tinggi Golan.
Dalam serangan tersebut Iran meniru metode yang digunakan Rusia dalam menggempur Ukraina.
Metode itu ialah mengombinasikan pesawat nirawak dan rudal guna membuat sistem pertahanan udara Israel kewalahan.
Lalu apa yang terjadi jika nantinya Iran, Hizbullah, Houthi Hamas, dan lainnya melancarkan serangan besar-besaran ke Israel dalam waktu bersamaan?
Institut Kajian Perang (ISW) dalam laporannya pada hari Rabu, (1/8/2024), memperkirakan Israel bisa kewalahan menghadapi serangan gabungan itu.
Baca juga: Hizbullah, Houthi, Hamas, dan Irak Kirim Utusan, Proksi-proksi Iran Bahas Serangan ke Israel
Menurut ISW, skenario serangan gabungan makin mungkin terjadi.
Dalam skenario ini Iran bisa meningkatkan jumlah rudal yang ditembakkan dari Iran dan negara-negara sekitarnya.
Kemudian, Hizbullah, Houthi, dan para milisi di Irak dan Suriah yang didukung Iran bisa melancarkan serangan bersamaan agar makin membebani sistem pertahanan udara Israel.