Yang memicu rasa frustrasi para pemilih adalah kebijakan pemerintah sebelumnya yang menempatkan pencari suaka di hotel dengan biaya 2,5 miliar poundsterling tahun lalu.
Kebijakan itu diambil di tengah kegagalan layanan publik saat pemerintah berjuang menyeimbangkan anggaran.
"Serangan terhadap kelas tari memicu perasaan tidak puas yang terpendam," kata Baker.
"Ini adalah ketegangan yang Anda lihat di banyak negara saat ini. Saya akan memasukkan AS sampai batas tertentu dalam hal itu, di mana Anda memiliki perasaan nasionalisme yang muncul, perasaan bahwa orang-orang tertinggal, perasaan bahwa kebebasan orang-orang dirampas, bahwa kedaulatan bangsa dipertaruhkan,'' katanya.
"Dan banyak dari ini benar-benar bertepatan dengan meningkatnya imigrasi dan krisis biaya hidup," lanjutnya.
Apakah polisi telah merespons secara memadai?
Meskipun polisi telah bekerja keras untuk memulihkan ketertiban, mereka telah dirugikan oleh buruknya informasi intelijen.
"Petugas terpaksa menanggapi demonstrasi alih-alih mengambil langkah-langkah untuk menghentikannya, kata Peter Williams, mantan inspektur polisi yang sekarang menjadi dosen senior di Liverpool Centre for Advanced Policing Studies.
"Jika mereka tahu di mana kejadian itu akan terjadi, mereka jelas bisa melakukan sesuatu,'' katanya kepada The Associated Press.
Kepolisian masih berjuang untuk pulih dari pemotongan anggaran yang sebagian besar membubarkan kepolisian lingkungan, kata Williams.
"Salah satu nilai tambah utama bagi sisi kepolisian lingkungan adalah Anda memiliki aliran intelijen yang konsisten,'' katanya.
Itu yang hilang khususnya di daerah minoritas.
(Tribunnews.com, Andari Wulan Nugrahani)