Pada 2007, ketika Banglaldesh dijalankan oleh pemerintah yang didukung militer, Yunus mengumumkan akan membentuk partai politik, tetapi tidak menindaklanjutinya.
Ia pernah bermasalah dengan Hasina, ketika pemerintahannya meluncurkan serangkaian penyelidikan terhadapnya pada 2008.
Selama penyelidikan, Hasina menuduh Yunus sebagai pimpinan Grameen Bank menggunakan kekerasan untuk menagih pinjaman dari perempuan miskin di pedesaan.
Kemudian di 2011, pemerintahan Hasina mulai meninjau aktivitas bank tersebut, dan Yunus dipecat sebagai direktur pelaksana karena diduga melanggar peraturan pensiun pemerintah.
Ia diadili pada 2013 atas tuduhan menerima uang tanpa izin pemerintah, termasuk Hadiah Nobel dan royalti dari sebuah buku.
Selanjutnya, ia menghadapi lebih banyak tuduhan yang melibatkan perusahaan lain yang ia dirikan, seperti Grameen Telecom, GrameenPhone, dan Telenor.
Pada 2023, beberapa mantan pekerja Grameen Telecom mengajukan kasus terhadap Yunus dengan tuduhan menggelapkan tunjangan pekerjaan mereka.
Terakhir, pada awal tahun ini, pengadilan khusus di Bangladesh mendakwa Yunus dan 13 orang lainnya atas tuduhan kasus penggelapan uang senilai $2 juta.
Bankir berusia 84 tahun itu mengaku tidak bersalah dan saat ini dibebaskan dengan jaminan oleh pihak berwenang.
Pendukung Yunus mengatakan, ia menjadi sasaran tuduhan-tuduhan tersebut karena hubungannya dengan Hasina yang tidak baik.
Sebelumnya, pengusulan Yunus sebagai pemimpin pemerintahan sementara sebelum pemilu diadakan telah atas persetujuannya.
Baca juga: PM Bangladesh Terguling, India Kehilangan Sekutu Penting, Negara Asia Selatan Berpaling ke Tiongkok
Dilansir Al Jazeera, juru bicara Yunus mengatakan, dia telah menerima permintaan para mahasiswa untuk menjadi penasihat pemerintah sementara.
Pemenang Nobel itu akan kembali ke Bangladesh segera setelah selesai menjalani prosedur medis kecil di Paris.
(mg/Mardliyyah)
Penulis adalah peserta magang dari Universitas Sebelas Maret (UNS)