Saat ini situasi di Timur Tengah makin panas karena kelompok perlawanan sudah berjanji akan membalas serangan Israel yang menewaskan Haniyeh dan Shukr.
Akan tetapi, hingga saat ini belum diketahui kapan dan dengan cara apa serangan itu akan dilakukan.
Al-Houthi mengklaim penundaan atau keterlambatan serangan balasan oleh Iran dan proksinya itu merupakan hal yang “sepenuhnya taktikal”.
“Keputusan untuk merespons adalah suatu keputusan yang dibuat oleh setiap orang; pada level keseluruhan poros,” katanya.
Pelabuhan Eilat Israel bangkrut
Pelabuhan Eilat yang baru saja diserang Yaman sebenarnya sudah menyatakan bangkrut beberapa waktu lalu.
Eilat bangkrut setelah didera serangan Houthi dan kelompok perlawanan Irak.
Baca juga: Erdogan Teriak Boikot dan Ancam Serbu Israel, Pangkalan IDF Ditenagai Pembangkit Milik Turki
Menurut Eilat, kebangkrutan itu disebabkan olah kurangnya aktivitas perdagangan di pelabuhan Israel itu.
CEO Eilat Gideon Golber kemudian menyinggung kegagalan koalisi negara-negara Barat untuk mengamankan rute pelayaran di Laut Merah.
“Pelabuhan ini ditutup total, dan tidak ada aktivitas di pelabuhan selama 8 bulan karena gagalnya koalisi negara-negara di Laut Merah,” kata Golber dikutip dari Counter Currents.
“Kami tak punya penghasilan apa pun dalam beberapa bulan terakhir, sekarang waktunya negara memberikan bantuan dan memahami bahwa pelabuhan yang ditutup itu perlu dibantu.”
Pada bulan Maret lalu Golber mengatakan Eilat bertanggung jawab atas 50 hingga 55 persen kendaraan yang diimpor dari Asia Timur.
Tak hanya itu, ekspor potasium dan fosfat dari Laut Merah melalui Eilat mencapai sekitar 1,8 hingga 2 juta ton.
Golber menyebut Eilat juga mengimpor sapi dan biri-biri dari Australia.
Kelompok Houthi di Yaman disalahkan atas tutupnya Eilat. Houthi menyerang dan menghentikan kapal-kapal yang menuju ke Eilat.