Khawatir Pembalasan Iran, Israel Tarik Pulang Semua Tentara dari Georgia dan Azerbaijan
TRIBUNNEWS.COM - Otoritas Penyiaran Israel (KAN) melaporkan kalau Pasukan Pendudukan Israel (IDF) memerintahkan tentaranya yang ditempatkan di Georgia dan Azerbaijan untuk kembali pulang karena khawatir akan potensi pembalasan Iran.
Seperti diberitakan, Israel bersiap menghadapi pembalasan Iran dengan memperkuat sistem pertahanan mereka dibantu Amerika Serikat (AS).
Baca juga: Media Israel: Angkatan Laut Garda Revolusi Iran Punya Rudal-Rudal Baru Berdaya Ledak Tinggi
Pentagon mengumumkan, Menteri Pertahanan AS Lloyd Austin memerintahkan pengerahan kapal selam bertenaga nuklir ke Timur Tengah dan mempercepat kedatangan kelompok penyerang kapal induk sebagai tanggapan atas serangan Iran yang diantisipasi terhadap Tel Aviv.
CNN menyoroti bahwa langkah ini berfungsi sebagai peringatan yang jelas bagi Iran di tengah ekspektasi serangan skala besar terhadap Tel Aviv, yang mendorong AS untuk meningkatkan kehadiran militernya di wilayah tersebut.
Austin juga memerintahkan kapal induk USS Abraham Lincoln untuk mempercepat transitnya ke Timur Tengah, bergabung dengan USS Theodore Roosevelt, yang sudah berada di wilayah tersebut, USS Wasp, dan Amphibious Ready Group (ARG), yang secara signifikan meningkatkan kekuatan militer AS di wilayah tersebut.
Iron Dome Gagal Jatuhkan Satu Pun Rudal Iran
Terkait persiapan Israel menghadapi serangan Iran, entitas Israel dilaporkan mengakui kalau sistem pertahanan terpadu, Iron Dome tidak mampu menghancurkan bahkan satu pun rudal Iran saat serangan balasan Teheran terhadap Israel pada April silam.
Pembalasan Iran atas pengeboman Israel ke konsulat mereka di Suriah itu dijuluki "Operasi True Promise."
Moti Shefer, seorang ahli teknik antariksa Israel telah menekankan kalau Iron Dome adalah 'penipuan' terbesar yang pernah disaksikan dunia.
Baca juga: Media Israel: Angkatan Laut Garda Revolusi Iran Punya Rudal-Rudal Baru Berdaya Ledak Tinggi
Pertahanan udara rezim Israel, kata dia, tidak menembak jatuh satu pun rudal Iran selama Operasi True Promise, meskipun mereka menembakkan 500 rudal dari Iron Dome.
"Juru bicara militer Israel itu berbohong atau tidak tahu apa-apa," tambah Shefer dilansir MNA, dikutip Sabtu (10/8/2024).
Ia lebih lanjut merujuk pada serangan oleh Gerakan Perlawanan Hizbullah Lebanon, dengan mengatakan bahwa rudal Hizbullah telah menyebabkan sejumlah besar kerusakan di wilayah pendudukan dan para pejabat Israel tidak mampu mengendalikan situasi ini.
Baca juga: Pidato Yahya Sinwar: Hamas Tak akan Pernah Memutus Hubungan dengan Iran dan Poros Perlawanan
Baru Kerahkan 20 Persen Kekuatan
Pada dini hari tanggal 14 April, Pasukan Dirgantara IRGC meluncurkan puluhan rudal dan pesawat nirawak terhadap target militer di wilayah pendudukan sebagai balasan atas serangan udara rezim Israel pada tanggal 1 April di bagian konsuler kedutaan besar Iran di Damaskus.
Dalam sebuah wawancara dengan harian Iran, ‘Iran’ pada bulan Mei, Komandan Markas Besar Khatam al-Anbia Mayor Jenderal Gholam Ali Rashid memberikan rincian tentang ‘Operasi Janji Sejati’ yang dilakukan angkatan bersenjata Iran terhadap target militer Israel.
Jenderal Rashid mengatakan hanya satu divisi dari Pasukan Dirgantara Korps Garda Revolusi Islam yang ditugaskan untuk melaksanakan operasi tersebut, sementara unit tunggal itu pun hanya mengerahkan 20 persen kekuatan ofensifnya dalam operasi tersebut.
Di sisi lain, AS, NATO, CENTCOM, dan rezim Israel telah menyiapkan 240 jet tempur, sementara berbagai sistem pertahanan udara antirudal kapal perang AS di Laut Mediterania dan Laut Merah, serta sistem antirudal rezim Zionis, bersiaga, katanya.
Jenderal tersebut mengatakan bahwa satu divisi Pasukan Dirgantara IRGC sebetulnya siap untuk melepaskan sisa 80 persen kekuatan ofensifnya dan meluncurkan gelombang serangan lain berdasarkan perintah.
Namun, para komandan Iran menyimpulkan bahwa operasi tersebut cukup untuk menghukum rezim Zionis, kata jenderal tersebut.
"Dukungan yang diberikan AS, Inggris, Prancis, dan pemerintah Eropa untuk rezim Israel mengingatkan kita pada Perang Salib," tambahnya.
Houthi Pastikan Iran dan Poros Perlawanan akan Membalas Israel
Pemimpin kelompok Houthi Yaman, Abdul Malik Al-Houthi, memastikan Iran dan Poros Perlawanan tetap akan menyerang Israel, di tengah isu ditundanya balas dendam itu.
Abdul Malik memastikan, keterlambatan serangan balas dendam Iran dan Poros Perlawanan adalah masalah taktis untuk mengubahnya menjadi respons yang efektif.
Sebab, kata dia, pembunuhan terhadap Kepala Biro Politik Hamas, Ismail Haniyeh, dan komandan senior Hizbullah, Fuad Shukr, telah mempengaruhi seluruh wilayah.
"Musuh Zionis (Israel) berada dalam keadaan takut dan panik yang ekstrem setelah menciptakan ketegangan yang berbahaya," katanya, dikutip IRNA dari jaringan berita Yaman, Al Masirah, Kamis (8/8/2024).
Abdul Malik menambahkan, pejabat Iran telah menekankan, serangan balas dendam terhadap Israel tidak bisa dihindari dan apa yang akan terjadi tak dapat diabaikan menggunakan cara apapun.
Ia menggarisbawahi, "Musuh Zionis mengetahui kepastian akan adanya respons (serangan balas dendam). Mereka sedang melakukan persiapan di bawah pengawasan Amerika Serikat (AS) dan kerja sama Barat, serta beberapa pemerintah Arab."
"Tidak ada tekanan atau hal lain yang bisa mencegah kami melakukan respons ini (serangan balas dendam). Seruan, pesan, dan mediator terus dilakukan untuk meyakinkan Iran agar membalas secara sederhana."
"Tapi, kami terus menentang upaya itu secara transparan karena rezim Zionis (Israel dan AS) menargetkan tamu Iran (Haniyeh)," urainya.
Di kesempatan yang sama, Abdul Malik juga memastikan Yaman akan membalas Israel atas serangan di Pelabuhan Hodeidah bulan lalu.
Sebelumnya, sebuah kabar menyebutkan Iran tengah menunda serangan balas dendam ke Israel selagi menunggu hasil pertemuan Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) di Jeddah, Arab Saudi.
Ketegangan di Timur Tengah terjadi menyusul pernyataan Pemimpin Tertinggi Iran, Ayatollah Ali Khamenei, yang menjanjikan "hukuman keras" bagi Israel sebagai balasan atas kematian Haniyeh.
Baca juga: Iran Disebut Tunda Serangan Balas Dendam ke Israel, Diyakini Tunggu Hasil OKI
"Rezim Zionis kriminal dan teroris telah membunuh tamu kami yang terkasih di rumah kami (Iran) dan membuat kami berduka," kata Khamenei dalam sebuah pernyataan, Rabu (31/7/2024), dilansir Al Jazeera.
Ia menambahkan, "rezim Zionis juga menyiapkan dasar untuk hukuman keras bagi dirinya sendiri."
Khamenei juga menegaskan, adalah tugas Iran untuk membalas pembunuhan Haniyeh.
"Kami menganggap bahwa adalah tugas kami untuk membalas darahnya (tewasnya Haniyeh) dalam insiden pahit dan sulit yang terjadi di wilayah Republik Islam ini," kata Khamenei, seraya menyampaikan belasungkawa kepada keluarga Haniyeh dan kelompok Palestina.
Sebagai informasi, Haniyeh tewas diserang di Teheran, pada 31 Juli 2024 dini hari, dalam perjalanannya menghadiri pelantikan Presiden baru Iran, Masaoud Pezeshkian.
Acara pelantikan Pezeshkian diketahui menjadi kemunculan terakhir Haniyeh.
Selain Haniyeh, pengawal pribadinya yang juga Wakil Komandan Brigade Al-Qassam, Wasim Abu Shaaban, juga tewas dalam serangan itu.
Jenazah Haniyeh dimakamkan di Qatar, Jumat (2/8/2024).
Usai Haniyeh tewas, Hamas menunjuk Yahya Sinwar sebagai Kepala Biro Politik yang baru.
Baca juga: Teka-teki Keberadaan 2 Anggota IRGC yang Bantu Israel Bunuh Haniyeh, Dievakuasi usai Pasang Bom
Iran: Persiapan Israel akan Sia-sia
Pekan lalu, Diplomat Iran yang tak disebutkan namanya, menyebut persiapan Israel menghadapi serangan balas dendam Teheran atas tewasnya Kepala Biro Politik Hamas, Ismail Haniyeh, sia-sia.
Sebagai informasi, Wall Street Journal pada Jumat (2/8/2024), melaporkan Israel dan Amerika Serikat (AS) sama-sama sedang mempersiapkan "serangan balasan Iran yang tidak terduga terhadap Israel secepatnya, akhir pekan ini."
Terkait hal itu, diplomat Iran menegaskan Israel telah melewati garis batas yang ditetapkan Teheran.
Diplomat itu juga memastikan serangan balasan Iran akan berlangsung cepat dan mematikan.
"Tidak ada gunanya (bersiap menghadapi serangan Iran). Israel telah melewati semua garis merah. Respons kami akan cepat dan berat," kata diplomat, dilansir Anadolu Ajansi.
Diplomat tersebut, yang diberi pengarahan Iran, mengatakan upaya berbagai negara untuk meyakinkan Teheran agar tidak melakukan eskalasi telah dan akan sia-sia, mengingat serangan Israel baru-baru ini.
Tanggapan diplomat itu muncul setelah Pentagon mengumumkan, Amerika Serikat (AS) akan mengerahkan aset militer tambahan ke Timur Tengah, di tengah meningkatnya ketegangan.
Menteri Pertahanan AS, Lloyd Austin, sebagaimana diumumkan Pentagon, telah memerintahkan pengerahan kapal perang angkatan laut tambahan, jet tempur, dan sistem pertahanan rudal balistik di Timur Tengah.
Perintah ini diberikan untuk mengantisipasi tanggapan Iran dan Poros Perlawanan terhadap pembunuhan Haniyeh dan Fuad Shukr baru-baru ini.
Menurut Pentagon, Austin telah memberi tahu Israel lewat Menteri Keamanan, Yoav Gallant, mengenai rencana tersebut, dikutip dari Al Mayadeen.
(oln/rnyv/MNA/almydn/*)