TRIBUNNEWS.COM - Perdana Menteri Inggris, Keir Starmer, meminta Iran untuk tidak menyerang Israel.
Permohonan Inggris ini disampaikan Keir Starmer selama panggilan telepon selama 30 menit dengan Presiden Iran Masoud Pezeshkian, Senin (12/8/2024).
Iran diketahui bersumpah akan memberikan 'hukuman keras' bagi Israel atas pembunuhan Pemimpin Hamas, Ismail Haniyeh di Teheran pada 31 Juli 2024 lalu.
"Perdana Menteri mengatakan bahwa ia sangat prihatin dengan situasi di kawasan tersebut dan meminta semua pihak untuk meredakan ketegangan dan menghindari konfrontasi regional lebih lanjut," kata Kantor PM Inggris dalam sebuah pernyataan, Senin, dilansir AP News.
"Ia meminta Iran untuk menahan diri dari menyerang Israel, seraya menambahkan bahwa perang tidak menguntungkan siapa pun," jelasnya.
Starmer juga menekankan komitmennya untuk gencatan senjata segera, pembebasan semua sandera dan peningkatan bantuan kemanusiaan ke Gaza.
Ia menambahkan, para pihak harus fokus pada negosiasi diplomatik untuk mencapai tujuan ini.
PM Inggris juga meminta Iran untuk memberikan perawatan medis yang diperlukan kepada setiap tahanan asing.
Kedua pemimpin sepakat bahwa dialog konstruktif antara Inggris dan Iran merupakan kepentingan kedua negara.
Starmer mengatakan, hal ini hanya dapat terjadi jika Iran menghentikan "tindakan yang mengganggu stabilitas, termasuk ancaman terhadap individu di Inggris" dan tidak memberikan bantuan lebih lanjut terhadap invasi Rusia ke Ukraina.
Permintaan Joe Biden
Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden juga telah memperingatkan Iran tentang kemungkinan serangan balasan terhadap Israel di tengah meningkatnya ketegangan di Timur Tengah, Sabtu (10/8/2024).
"Jangan," kata Biden kepada wartawan, saat ditanya: "Apa pesan Anda kepada Iran?"
Baca juga: Menhan Israel Semprot Netanyahu, Tegaskan Ide Menang Total Lawan Hamas Tak Masuk Akal
Diberitakan Anadolu Agency, Joe Biden mengeluarkan peringatan yang sama pada April 2024, sebelum Iran melakukan serangan roket dan pesawat tak berawak terhadap Israel sebagai balasan atas serangan udara pada tanggal 1 April terhadap fasilitas diplomatiknya di Ibu Kota Suriah, Damaskus.
Serangan itu menewaskan tujuh anggota Korps Garda Revolusi Islam Iran, termasuk dua jenderal tinggi.