TRIBUNNEWS.COM - Simak sembilan fakta terkait virus Monkeypox (virus cacar monyet) atau juga dikenal dengan Mpox, yang dirangkum dari berbagai sumber dalam artikel berikut ini.
Sejuah ini, setidaknya dua negara di luar Afrika telah melaporkan kasus Mpox, setelah Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan bahwa virus tersebut menjadi “darurat kesehatan masyarakat” awal minggu ini.
Inilah yang kita ketahui sejauh ini tentang di mana penyakit ini menyebar, bagaimana penyakit ini memengaruhi tubuh manusia, dan cara melindungi diri dari infeksi.
1. Monkeypox
Dikutip dari laman Russia Today yang dipublikasikan pada Kamis (24/11/2022) lalu, Monkeypox mulai menarik perhatian media global tahun setelah menyerang puluhan ribu orang di Amerika Utara dan Eropa tahun 2022 kemarin.
Meski secara teknis Mpox bukan merupakan infeksi menular seksual, penyakit ini menyebar melalui kontak kulit dan mukosa, dan banyak dialami kaum gay.
Data WHO menunjukkan bahwa sebagian besar kasus yang tercatat, terjadi karena adanya 'kontak seksual'.
Orang dapat tertular Monkeypox melalui sentuhan luka atau lesi menular pada pasien.
Beberapa dokter juga berpendapat bahwa cacar monyet dapat tertular melalui udara yang dihirup dari seseorang yang memiliki lesi menular di tenggorokannya, meskipun mereka menyoroti bahwa kasus ini sangat jarang terjadi.
Kebanyakan infeksi bersifat ringan dan dapat diobati dengan menggunakan obat antivirus dan dengan mengisolasi pasien sampai gejalanya mereda.
Akan tetapi, dalam kasus yang serius, penyakit ini dapat menyebabkan komplikasi termasuk ensefalitis – atau peradangan otak – serta masalah jantung dan mata.
Baca juga: WHO Undang Produsen Vaksin Monkeypox Serahkan Berkas untuk Evaluasi Darurat
Monkeypox paling sering menimbulkan gejala termasuk ruam, demam, sakit kepala, nyeri otot, dan pembengkakan kelenjar getah bening.
Lesi kulit dapat bertahan hingga satu bulan dan penyakit ini menyebar melalui kontak fisik yang dekat dengan pasien yang terinfeksi atau pakaian atau seprai mereka.
Dalam studi yang dipublikasikan di jurnal Science, para peneliti membandingkan penularan Monkeypox dari 2018 hingga 2022.
Ilmuwan menemukan bahwa tingkat mutasi meningkat pesat.
Monkeypox secara historis merupakan penyakit endemik di Afrika Barat dan Tengah.
Virus cacar monyet hanya memicu kasus secara sporadis ketika virus tersebut menyebar dari hewan pengerat.
Namun pada tahun 2022 virus ini memicu 30.000 kasus dan 55 kematian di AS saja, dengan California, New York, dan Texas yang terkena dampak paling parah.
Strain virus yang relatif baru yang dikenal sebagai Klade 1 telah menyebar di negara-negara Afrika sejak 2022.
Sebagai catatan, dikutip dari Oxford University Press, Klade didefinisikan sebagai sistem lengkap dari keturunan umum atau kelompok monofiletik—yaitu, entitas yang masing-masing terdiri dari satu nenek moyang dan semua keturunannya.
Klade merupakan produk umum dari proses evolusi.
Lebih lanjut, awal tahun ini, dilaporkan bahwa Republik Demokratik Kongo (RDK) mengalami wabah penyakit terbesar yang pernah tercatat, dengan puluhan ribu orang terinfeksi hingga Juni.
Pemerintah Republik Demokratik Kongo telah menyatakannya sebagai epidemi pada Desember 2022 .
Minggu lalu, CDC Afrika melaporkan bahwa mpox kini telah terdeteksi di sedikitnya 13 negara Afrika.
Dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu, badan tersebut mengatakan kasus meningkat 160 persen dan kematian meningkat sebesar 19 persen.
Baca juga: WHO Nyatakan Monkeypox sebagai Keadaan Darurat Kesehatan Masyarakat Global
2. Monkeypox jenis baru menyebar ke negara mana?
Kementerian Layanan Kesehatan Nasional Pakistan mengonfirmasi kasus pertama virus tersebut pada hari Jumat, dan mengatakan orang tersebut datang dari Arab Saudi.
Pejabat kesehatan mengatakan pengurutan sedang dilakukan untuk menentukan jenis virus yang menginfeksi orang tersebut.
Pada hari Kamis (15/8/202), pejabat kesehatan Swedia melaporkan kasus Mpox pertama di negara itu, mengonfirmasi bahwa itu adalah strain klade 1, dan mengatakan orang tersebut telah terinfeksi di Afrika dan sekarang sedang menerima perawatan.
Klade 1 cenderung menyebabkan lebih banyak infeksi parah dan tampaknya lebih mudah menyebar melalui kontak dekat rutin, termasuk kontak seksual.
Pada hari Jumat (16/8/2024), Pusat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Eropa (CDC) menaikkan tingkat kewaspadaan risiko menjadi “sedang” dari “rendah” dan meminta negara-negara untuk mempertahankan tingkat kewaspadaan yang tinggi di antara para pelancong yang berkunjung dari daerah yang terkena dampak.
3. Bagaimana virus menyerang tubuh manusia?
Mpox terutama menyerang manusia dan hewan.
Virus ini termasuk dalam famili virus yang sama dengan cacar, tetapi menyebabkan gejala yang lebih ringan, seperti demam, menggigil, dan nyeri tubuh.
Namun, virus ini dapat menyebabkan penyakit parah, dan bahkan kematian dalam beberapa kasus.
Virus ini masuk ke tubuh manusia melalui kulit yang terluka atau melalui saluran pernapasan.
Virus ini kemudian menyebar melalui darah dan menyebabkan seseorang mengalami gejala seperti flu dan timbulnya lesi pada kulit.
Menurut Michael Marks di Sekolah Kebersihan dan Kedokteran Tropis London, para ilmuwan “tidak berpikir bahwa mpox memiliki efek langsung pada sistem kekebalan tubuh”.
“Di luar fakta bahwa semua infeksi jelas menimbulkan respons sementara pada sistem imun, kami tidak yakin ada dampak jangka panjang pada sistem imun akibat mpox,” katanya.
Dr Ngashi Ngongo, Kepala Staf di Africa CDC, juga mengatakan kepada Al Jazeera bahwa virus tersebut hanya menyebabkan gejala yang berlangsung “dua hingga empat minggu”.
“Itu penyakit. Baik Anda terkena penyakit parah – yang kemudian menyebabkan kematian – atau Anda baru pulih [dalam] dua hingga empat minggu. Semuanya kembali normal,” katanya. 4. Bagaimana virus itu menyebar?
Virus ini menyebar melalui kontak dekat dengan orang atau hewan yang terinfeksi.
Untuk penularan antarmanusia, virus dapat ditularkan melalui kontak dengan lesi kulit, kontak kulit ke kulit, dan berbicara atau bernapas terlalu dekat dengan orang yang terinfeksi.
Penyakit ini juga dapat menyebar melalui benda-benda yang terkontaminasi seperti permukaan, perlengkapan tidur, pakaian, dan handuk, karena virus memasuki tubuh melalui kulit yang terluka, saluran pernapasan, atau mata, hidung, dan mulut.
Marks mengatakan kepada Al Jazeera bahwa bentuk penularan yang paling penting adalah melalui kontak kulit ke kulit karena virus tersebut tetap dapat dideteksi pada lesi kulit selama “tiga minggu atau lebih”, bukan melalui sistem pernapasan karena pada “kebanyakan orang, virus tersebut hilang dari tenggorokan dalam tujuh hingga 10 hari”.
Untuk penularan dari manusia ke hewan, virus biasanya memasuki tubuh melalui gigitan, cakaran atau kontak dengan luka pada hewan yang terinfeksi.
5. Apa saja gejalanya?
Penyakit ini menyebabkan gejala seperti flu dan lesi berisi nanah. Biasanya ringan tetapi bisa cukup parah hingga dapat menyebabkan kematian.
Marks menjelaskan bahwa sebagian besar orang mengalami “penyakit yang relatif ringan”, yaitu demam, nyeri otot, dan ruam dengan “lima hingga 25 lesi”.
“Beberapa orang menjadi jauh lebih tidak sehat dan mereka mungkin mengalami penyakit yang lebih parah dengan ratusan lesi di seluruh tubuh,” katanya.
6. Apa yang dapat menyebabkan gejala lebih parah?
Sementara Marks menjelaskan bahwa penyakit ini menunjukkan gejala ringan pada kebanyakan orang, beberapa orang berisiko lebih tinggi mengalami gejala parah.
"Contohnya, orang dengan HIV [penyakit menular seksual] yang tidak diobati atau sistem kekebalan tubuh yang lemah memiliki risiko lebih tinggi terkena penyakit parah. Anak-anak juga tampaknya memiliki risiko lebih tinggi terkena penyakit parah," katanya.
Anak-anak, jelasnya, kemungkinan lebih terpengaruh oleh mpox dibandingkan orang dewasa karena “beberapa alasan”.
Banyak penularan terjadi di daerah padat penduduk dengan banyak anak, dan anak-anak mungkin lebih rentan berlarian dan melakukan kontak langsung kulit dengan orang lain – sehingga menyebabkan penularan.
Sementara orang dewasa memiliki kontak yang lebih sedikit secara langsung dengan orang lain.
Ngongo menambahkan bahwa anak-anak juga berisiko lebih tinggi karena “mekanisme pertahanan” mereka – sistem kekebalan tubuh – masih berkembang.
7. Perawatan yang tersedia untuk mpox jenis baru ini
Marks mengunkapkan tidak ada pengobatan saat ini untuk mpox tetapi beberapa obat antivirus sedang diuji.
"Namun, ada vaksinasi yang efektif untuk mengurangi risiko. Prioritasnya adalah menyediakan pasokan vaksin yang cukup bagi populasi yang paling berisiko di DRC dan negara-negara sekitarnya," katanya.
“Jika kita dapat memvaksinasi individu yang berisiko, mereka akan terlindungi dari infeksi dan ini akan membantu mengendalikan epidemi – sehingga bermanfaat bagi orang yang divaksinasi dan masyarakat luas,” tambahnya.
"Vaksin untuk Mpox, yang digunakan dalam wabah tahun 2022 oleh banyak negara Barat, tidak dapat diakses oleh negara-negara Afrika yang lebih miskin," jelas Ngongo.
"Tidak ada vaksin di Afrika. Sisa vaksin itu disimpan di Barat sebagai bagian dari persiapan darurat mereka sendiri. Namun, kami menghadapi keadaan darurat yang berkelanjutan di sini," katanya.
Ngongo menjelaskan bahwa melalui donasi, CDC Afrika telah berhasil memperoleh 280.000 dosis.
Namun, agar vaksin tersebut efektif, orang harus menerima dua dosis, sehingga jumlah yang mereka miliki hanya untuk 140.000 orang.
Baca juga: Kemenkes Ungkap Kondisi Terkini Pasien Monkeypox dengan Gejala Berat
8. Bagaimana Anda bisa melindungi diri sendiri?
Ngongo menyarankan masyarakat untuk “kembali ke dasar-dasar kebersihan pribadi” dan ingat untuk mencuci tangan, menghindari kontak dengan orang yang sakit dan menyarankan masyarakat untuk pergi ke rumah sakit jika mereka menunjukkan gejala sehingga virus dapat dibendung.
Vaksin Mpox juga efektif dalam melindungi populasi jika Anda berada di negara yang dapat mengaksesnya.
9. Bisakah virus mpox menyebar lebih jauh?
Mengingat sumber daya di negara-negara kaya untuk menghentikan penyebaran virus, para ilmuwan percaya bahwa jika wabah baru yang terkait dengan Kongo diidentifikasi dengan cepat, penularan dapat dihentikan dengan relatif cepat.
“Risiko utama”, kata Marks, berada di Afrika Tengah, tempat epidemi ini terjadi dan menyebar.
“Kemungkinan ada sejumlah kecil kasus yang diekspor ke tempat yang lebih jauh, seperti kasus Swedia, namun risiko utama dan fokus tindakan harus diarahkan ke Afrika Tengah,” ujarnya.
Ngongo juga mendesak masyarakat untuk belajar dari pandemi COVID-19 dan “bertindak sekarang”.
(Tribunnews.com, Andari Wulan Nugrahani)