TRIBUNNEWS.COM - Perundingan tentang bagaimana gencatan senjata di Gaza dapat dilaksanakan, dimulai kembali di Kairo, Mesir pada Kamis (22/8/2024), ujar seorang pejabat AS seperti dilansir CBS News.
Penasihat utama Presiden AS Joe Biden untuk Timur Tengah, Brett McGurk, berpartisipasi sebagai delegasi AS bersama Mesir dan Israel.
Pertemuan itu akan membahas sejumlah isu teknis, di antaranya, keamanan perbatasan antara Gaza dan Mesir, penyeberangan Rafah, dan penarikan Pasukan Pertahanan Israel dari Gaza dan koridor Philadelphia.
Direktur CIA William Burns juga diperkirakan akan melakukan perjalanan ke wilayah tersebut, karena perundingan dapat berlangsung hingga akhir pekan.
Menteri Luar Negeri AS, Antony Blinken, mengatakan kepada wartawan bahwa selama percakapannya selama tiga jam dengan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu awal minggu ini, Netanyahu menyetujui proposal gencatan senjata.
Blinken mengatakan, proposal yang dibicarakannya menguraikan jadwal dan lokasi penarikan pasukan IDF dengan sangat jelas.
Namun, sejak mereka berbicara, Netanyahu membuat pernyataan publik yang bertentangan dengan pernyataan tersebut.
Rincian implementasi pada isu-isu teknis utama terkait masih sangat menantang.
Tetapi, AS tetap berharap bahwa proposal "penghubung" terakhir yang diajukannya minggu lalu akan menghasilkan terobosan.
Dalam perundingan hari Kamis, Qatar tidak berpartisipasi, meskipun masih menjadi negosiator secara umum.
AS, Qatar, dan Mesir menamai usulan mereka sebagai kesepakatan gencatan senjata.
Baca juga: Kenapa Israel Ngotot Tak Mau Mundur dari Koridor Philadelphia? Tak Mau Mesir Dapat Gas Alam
Tetapi secara teknis, kesepakatan itu berisi jeda pertempuran selama enam minggu, tahap permulaan ini disebut Tahap Satu.
Selama Tahap Satu, beberapa sandera akan dibebaskan dan tahanan Palestina akan dibebaskan dari pusat penahanan Israel.
Kesepakatan untuk mulai membicarakan gencatan senjata permanen akan menyusul kemudian.
Selama jeda pertempuran yang panjang itu, tindakan insentif lain akan diambil, termasuk pembebasan lebih banyak sandera.
Proposal penghubung ini akan menjadi kesepakatan antara Israel dan Hamas untuk mulai berbicara tentang mengakhiri perang.
Selama kunjungannya ke wilayah Timur Tengah, Blinken menyimpulkan proposal tersebut berisi sejumlah poin penting, yakni para sandera dibebaskan, tahanan dipertukarkan dan negosiasi mengenai persyaratan yang diperlukan untuk gencatan senjata permanen dimulai.
Awal bulan ini, Duta Besar AS untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Linda Thomas-Greenfield, menguraikan beberapa tujuan lain Presiden as Joe Biden selama pidatonya di hadapan Dewan Keamanan PBB.
Thomas-Greenfield mengatakan kesepakatan Gaza akan mencakup pembebasan semua sandera, kampanye vaksinasi untuk menghentikan penyebaran polio, dan pemulihan layanan air dan listrik bagi warga sipil Palestina yang mengungsi di Jalur Gaza.
Ia juga mengatakan, kesepakatan itu akan menghentikan pertempuran di Lebanon.
Blinken baru-baru ini juga mengatakan, kesepakatan itu akan membantu meredakan ketegangan di Laut Merah.
Penarikan Pasukan Israel
Salah satu poin permasalahan yang membuat gencatan senjata sulit dicapai adalah penarikan pasukan Israel dari Gaza.
Mengutip Al Jazeera, Hamas menyerukan penarikan semua pasukan Israel dari Gaza, dimulai dengan penarikan dari koridor Philadelphia.
Koridor Philadelphia adalah wilayah yang memisahkan Jalur Gaza dengan Mesir.
Namun, Netanyahu bersikeras bahwa pasukan Israel harus tetap berada di koridor tersebut, serta di lokasi lain di Gaza, untuk menjaga keamanan Israel dan menggagalkan penyelundupan senjata ke Hamas.
Baca juga: Tak Ada Penarikan Pasukan Israel, Tak Ada Kesepakatan Gencatan Senjata, Kata Hamas
Penolakan itu, kata Hamas, merupakan penyimpangan dari usulan gencatan senjata yang didukung oleh Biden pada bulan Mei, yang menurut Amerika saat itu telah disetujui oleh Israel.
Blinken telah mencoba membujuk Netanyahu agar melonggarkan syarat barunya – yang juga ditentang keras oleh Mesir – dengan menyetujui untuk mempertahankan jumlah minimum tentara di koridor Philadelphia, menurut Hugh Lovatt, seorang pakar Israel-Palestina untuk Dewan Eropa untuk Hubungan Luar Negeri (ECFR).
“Menurut pandangan saya, AS tampaknya menerima syarat terbaru Israel, tetapi mencoba mengencerkannya sampai batas tertentu,” kata Lovatt.
“Proposal ini pada dasarnya merupakan jembatan antara AS dan Israel, bukan Israel dan Hamas,” tambahnya.
(Tribunnews.com, Tiara Shelavie)